Chapter Bab 105
Bab 105 Berpisah dengan Baik–Balk
Perhatian Theo tertuju pada dokumen itu. Mendengar ucapan Raline, dia pun menjawab dengan tenang,” Raline, semua itu sudah berlalu.”
Mata Raline memerah, dia menggigit bibirnya hingga pucat sambil berkata dengan kukuh, “Aku pernah menjadi pacarmu selama dua tahun, apa aku nggak berhak tahu siapa orang yang ada di hati pacarku
selama itu?”
Dia tidak pernah mengajukan pertanyaan ini.
Sebenarnya hubungan mereka adalah suatu kesalahpahaman. Saat itu, mereka sering bertemu untuk membahas soal hari raya. Alhasil, tersebar rumor bahwa mereka berpacaran.
Kemudian, seseorang mulai penasaran dan bertanya apakah mereka berpacaran, tetapi Theo tidak menjawab. Mungkin karena sikapnya yang dingin dan angkuh, dia malas menanggapi hal–hal seperti ini. Namun menurut orang lain, diam berarti mengaku.
Oleh karena itu, Raline pun menjadi pacarnya.
Theo mengangkat kepalanya untuk menatap Raline. Berbeda dengan Raline yang sedang emosi. Theol
berkata dengan tenang. “Aku….”
“Nggak perlu dibahas lagi.” Raline menyelanya. Dia tersenyum sinis, tetapi senyum itu tampak sangat menyedihkan. Dia mundur dua langkah sambil berkata, “Kenapa aku melontarkan pertanyaan konyol seperti ini. Apa mungkin pria yang bahkan nggak pernah memegang tanganku selama dua tahun menyukaiku? Tapi ini juga bukan salahmu. Apalagi kamu juga pernah bilang padaku, kalau aku
menyukai orang lain, aku boleh pergi mengejar cinta sejatiku.”
Mungkin karena tidak ingin mendengar kata–kata menyakitkan dari mulut Theo, Raline langsung pergi
setelah berkata demikian. Dia bahkan tidak mengambil dokumen di atas meja.
Theo memejamkan matanya, lalu mengangkat tangannya untuk mengusap alisnya. Setelah beberapa detik, dia pun membuka matanya dan menekan interkom. “Axel, antar dokumen ini kepada Raline.”
Setelah Axel mengambil dokumen itu, dia membuka laci paling atas dan mengeluarkan sebuah arloji dari dalamnya.
Terukir merek mewah di bagian belakang jam, tetapi ini bukan jam yang diproduksi oleh perusahaannya.
Ini adalah jam yang dibuat secara khusus.
Sama persis dengan jam yang dia berikan kepada Davin di sebuah acara, tetapi yang ini terlihat agak
tua
Ketika ponsel berdering. Kayla sedang memegang pinset. Dia menggabungkan potongan porselen
+15 BONUS
seukuran ibu jari dengan hati–hati. Dia mengaktifkan mode senyap pada ponselnya agar bisa fokus bekerja. Ketika layar menyala, dia melirik sekilas ….
Hardy yang menelepon.
Sebelumnya dia sudah menelepon Kayla beberapa kali untuk meminta Kayla kembali bekerja.
Kayla meletakkan pinset dan menggunakan handuk basah untuk membersihkan tangannya. Setelah itu. dia pun menjawab, “Pak Hardy.”
“Key, apa hari ini kamu punya waktu luang? Ayo pergi makan bersama?”
Hardy seumuran dengan kakeknya, Kayla sungkan untuk menolak, jadi dia pun mengiakan.
“Oke, akan kukabari setelah menentukan lokasi.”
Hardy adalah orang tua, tidak sopan kalau dia pergi menemui Hardy dengan tangan kosong. Apalagi
Hardy memperlakukannya dengan sangat baik selama dia bekerja di Studio Yunox. Setelah bersih-
bersih, Kayla pun pergi ke mal untuk membeli hadiah.
Ketika membuka pintu, dia melihat Davin sedang berjalan menghampirinya.
Davin tampak kaget, tetapi sesaat kemudian, dia pun bercanda, “Kamu sudah tahu aku mau datang. jadi membuka pintu untuk menyambutku?”
Kayla tahu dia sedang bercanda, jadi tidak menganggap serius. “Kenapa datang ke sini?”
Davin menjawab, “Kebetulan lewat, jadi datang untuk melihat apakah kamu terbiasa tinggal di sini.
Satpam bilang semalam ada yang mengganggumu?”
Davin tidak mengatakan bahwa dia meminta satpam untuk lebih memperhatikan Kayla. Karena ada yang mengganggu Kayla semalam, satpam pun meneleponnya, tetapi dia berada di luar kota dan tidak bisa langsung kembali.
Kayla melangkah ke samping sambil berkata, “Sudah teratasi, mau duduk–duduk sebentar?”
Davin melirik sepatu hak tinggi yang Kayla gunakan sambil bertanya, “Kamu mau keluar?”
“Ya, nanti aku akan makan malam bersama seorang tetua. Jadi, aku hendak pergi ke mal untuk
membelikannya hadiah.”
“Ada mal besar di dekat sini. Mal itu menjual barang segala usia, kebetulan siang ini aku santai,
bagaimana kalau aku mengantarmu?”
Kayla tidak mengetahui mal besar yang disebutkan oleh Davin. Meskipun dia sudah tinggal di sini selama beberapa waktu, dia adalah anak rumahan, tempat paling jauh yang pernah dia kunjungi adalah kuliner jalanan yang ada di belakang apartemen. “Boleh, kalau begitu aku akan merepotkanmu.”
*Hanya beberapa tahun nggak bertemu, kamu menjadi sangat sungkan. Dulu saat keluarga kita memiliki hubungan bisnis, kamu bahkan memanjat tembok untuk mencuri buah–buahan di halaman rumahku.
+15 BONUS
seukuran ibu jari dengan hati–hati. Dia mengaktifkan mode senyap pada ponselnya agar bisa fokus bekerja. Ketika layar menyala, dia melirik sekilas
Hardy yang menelepon.
Sebelumnya dia sudah menelepon Kayla beberapa kali untuk meminta Kayla kembali bekerja.
Kayla meletakkan pinset dan menggunakan handuk basah untuk membersihkan tangannya. Setelah itu, dia pun menjawab, “Pak Hardy.”
“Key, apa hari ini kamu punya waktu luang? Ayo pergi makan bersama?”
Hardy seumuran dengan kakeknya, Kayla sungkan untuk menolak, jadi dia pun mengiakan.
“Oke, akan kukabari setelah menentukan lokasi.”
Hardy adalah orang tua, tidak sopan kalau dia pergi menemui Hardy dengan tangan kosong. Apalagi Hardy memperlakukannya dengan sangat baik selama dia bekerja di Studio Yunox. Setelah bersih- bersih, Kayla pun pergi ke mal untuk membeli hadiah.
Ketika membuka pintu, dia melihat Davin sedang berjalan menghampirinya.
Davin tampak kaget, tetapi sesaat kemudian, dia pun bercanda, “Kamu sudah tahu aku mau datang, jadi membuka pintu untuk menyambutku?”
Kayla tahu dia sedang bercanda, jadi tidak menganggap serius. “Kenapa datang ke sini?”
Davin menjawab, “Kebetulan lewat, jadi datang untuk melihat apakah kamu terbiasa tinggal di sini. Satpam bilang semalam ada yang mengganggumu?”
Davin tidak mengatakan bahwa dia meminta satpam untuk lebih memperhatikan Kayla. Karena ada
yang mengganggu Kayla semalam, satpam pun meneleponnya, tetapi dia berada di luar kota dan tidak bisa langsung kembali.
200
Kayla melangkah ke samping sambil berkata, “Sudah teratasi, mau duduk–duduk sebentar?”
Davin melirik sepatu hak tinggi yang Kayla gunakan sambil bertanya, “Kamu mau keluar?”
“Ya, nanti aku akan makan malam bersama seorang tetua. Jadi, aku hendak pergi ke mal untuk
membelikannya hadiah.”
“Ada mal besar di dekat sini. Mal itu menjual barang segala usia, kebetulan siang ini aku santai,
bagaimana kalau aku mengantarmu?”
Kayla tidak mengetahui mal besar yang disebutkan oleh Davin. Meskipun dia sudah tinggal di sini. selama beberapa waktu, dia adalah anak rumahan, tempat paling jauh yang pernah dia kunjungi adalah kuliner jalanan yang ada di belakang apartemen. “Boleh, kalau begitu aku akan merepotkanmu.”
“Hanya beberapa tahun nggak bertemu, kamu menjadi sangat sungkan. Dulu saat keluarga kita memiliki hubungan bisnis, kamu bahkan memanjat tembok untuk mencuri buah–buahan di halaman rumahku.
+15 BONUS
Saat itu kami sama sekali nggak sungkan.”
Kayla tersenyum canggung. “Saat itu aku masih kecil dan usil.”
Saat ibunya belum meninggal, dia adalah tuan putri yang disayangi oleh orang tuanya. Karena terlalu dimanjakan, dia menjadi agak nakal. Melihat pohon pir di rumah Davin sedang berbuah dan tidak dipetik. dia pun memanjat untuk mengambil beberapa buah.
Dia tidak menyangka akan ditangkap basah oleh Davin yang sedang menghafal buku di halaman. Saat itu, dia kaget hingga melemparkan buah di tangannya ke kepala Davin.
Sekarang kalau dipikir–pikir, momen itu sungguh memalukan!
Entah apa yang sedang dipikirkan Davin, dia tampak agak emosional. “Setelah dipikir–pikir, momen itu sungguh menyenangkan.”
Kayla mengira Davin sedang nostalgia. Bagaimanapun, tumbuh dewasa mendatangkan banyak kekhawatiran. Dia tersenyum sambil menghibur Davin. “Setiap orang akan tumbuh dewasa dan mengalami ribuan peristiwa.”
Davin memandangnya sambil tersenyum. “Tanggapanmu membuatku teringat pada guru filsafat di sekolahku dulu.”
Kayla terdiam.
Davin mengalihkan topik pembicaraan. “Apa masalahmu dengan Theo sudah diselesaikan?”
Ketika membahas hal ini, amarah Kayla pun meluap. Dia kalah dalam gugatan terakhir dan perlu menunggu tiga bulan lagi untuk mengajukan banding. Jika dinilai dari situasi sebelumnya, sekalipun dia menggugat Theo seratus kali lagi, hasilnya tidak akan berubah.
Dia menjadi sangat tertekan. “Belum, mungkin hal ini nggak akan selesai seumur hidup. Apa kamu mengenal pengacara yang lebih hebat dari Darius?”
Meskipun Davin tahu Theo dan Kayla akan bercerai, dia tidak terlalu memperhatikan hal ini. Dia hanya mendengar sekilas ketika berkumpul, tetapi tidak menyangka masalah ini sudah masuk ke pengadilan.
Dia menggelengkan kepalanya. “Nggak.”
Dalam beberapa tahun ini, dia belum pernah mendengar adanya pengacara yang dapat menandingi Darius di bidang politik dan hukum.
“Kalau kamu ingin membuat kesepakatan melalui jalur hukum, kamu akan rugi. Sebaiknya kamu bicarakan hal ini dengan Theo, sekalipun harus bercerai, berpisahlah dengan baik–baik.”
Kayla seolah–olah sedang meluapkan semua isi hatinya. Dia terus mengoceh. “Sepertinya kamu nggak memahami Theo. Dia nggak bisa diajak bicara, mungkin telinganya hanyalah hiasan. Justru aneh kalau dia mendengarkan omongan orang. Dia sengaja menunda perceraian agar orang bersenang–senang di atas penderitaannya.”
+15 BONUS
Davin memandang Kayla yang tampak frustrasi dengan heran. Dia berkata dengan penuh makna, “Theo bukanlah pria yang suka mengganggu orang.”