Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chatper 400



Bab 400
Pada saat ini, Harvey tidak ingin menimbulkan masalah bagi Calvin, jadi dia pun berusaha tidak melakukan sesuatu yang dapat
memperkeruh suasana,
Sejujurnya, semua emosi yang bercampur aduk di dalam hatinya saat melihat Lanny, pada akhirnya hanya menyisakan
perasaan kecewa. Dia sama sekali tidak menyangka, bagaimana seorang gadis yang begitu menggemaskan saat kecil dapat
berubah menjadi sosok seperti ini.
“Kamu habis operasi plastik?”
Bahkan, jika dibandingkan dengan Kezia, saat ini wajahnya menjadi tidak mirip dengan keluarga Irwin. Berbagai macam
pertanyaan muncul di benak Harvey, rasa penasarannya sudah tidak dapat terbendung.
“Iya,” jawabnya dengan jujur. Asalkan Harvey yang bertanya, dia takkan menyembunyikan apa pun.
“Buat apa kamu operasi plastik?”
Lanny menghindari tatapan Harvey, “Nggak ada lagi yang perlu dibicarakan, kita nggak boleh terlalu lama ngobrol di sini.
Mending kamu cepat pergi, anggap saja kita nggak pernah bertemu.”
Harvey mengadang langkahnya. Dengan cepat, dia berkata, “Kamu itu nggak mau pulang ke keluarga Irwin, nggak mau
mengakuiku sebagai kakak, dan kamu juga menyakiti Seli. Kamu seharusnya menjelaskan, kenapa sampai harus menyakiti
orang–orang yang nggak bersalah? Padahal, dulu waktu kucing peliharaanmu mati, kamu bisa merasa sedih selama beberapa
hari dan nggak mau makan. Bagaimana bisa sekarang kamu berubah menjadi seperti ini?”
Dia mengingatnya dengan jelas, betapa sedihnya Lanny saat itu. Selena bahkan dilarang membawa banyak kucing putih
peliharaannya selama bertahun–tahun, hanya karena takut akan mengingatkan Lanny pada peristiwa menyedihkan itu.
Lanny tersenyum tipis, “Apa kamu yakin kalau aku akan sedih cuma karena kematian seekor kucing

kecil?”
Dia mengangkat dagunya, sudut bibirnya membentuk lengkungan dingin yang belum pernah dilihatnya.” Aku memang sengaja
memberikan obat penenang kepada kucing itu, suaranya yang mengganggu setiap malam benar–benar membuatku muak.
Sayangnya, setelah tiga hari terus memberinya obat. kucing itu malah mati.”
Selain matanya yang tidak berubah sama sekali, saat ini Lanny benar–benar seperti orang asing!
Itu sebabnya, Harvey yang telah hidup bersamanya selama beberapa tahun pun tak bisa mengenalinya.
“Kenapa sampai membunuhnya? Kalau kamu memang nggak suka, suruh saja orang lain membawanya
pergi!”
“Kalau dia pergi, siapa yang menemaniku? Kamu sangat sibuk waktu itu, ibu juga depresinya kambuh.
1/2-
terus, sedangkan ayah selalu nggak ada. Cuma kucing itu hiburanku satu–satunya”
Lanny tidak mengatakan bahwa kucing itu adalah teman bermainnya, melainkan hiburannya.

“Hei, di matamu, aku selalu menjadi adik perempuan yang manis dan lucu, ya? Sebenarnya nggak, ‘kan? Kamu ingin tahu
seperti apa aku sebenarnya? Baiklah, aku akan memberitahumu.”
Lanny tersenyum sinis, “Meskipun keluarga Irwin adalah salah satu dari keluarga terkemuka, tapi mana ada keluarga yang
ibunya menderita gangguan jiwa dan ayahnya nggak pernah muncul? Sudah begitu, kakeknya sibuk menjaga martabat
keluarga, sedangkan neneknya lebih suka menjadi istri yang patuh. Rumah ini selalu terasa dingin, cuma kamu yang benar–
benar peduli padaku. Tapi, ada banyak hal yang harus kamu kerjakan setiap hari, jadi bagaimana bisa kamu memperhatikanku?”
“Sejak kecil, aku sadar kalau aku memang berbeda dengan anak–anak sebaya di sekitarku. Cukup diberikan makanan enak dan
mainan saja, mereka sudah bahagia. Tapi aku? Apa saja yang sudah kualami? Sejak usia tiga tahun, aku sudah melihat ibuku
menyakiti dirinya sendiri, dan itu bukan cuma
sekali.”
Ketika mengatakan hal ini, tampak kilauan air mata menggenang di mata Lanny. Dia pun menengadah.
tak ingin membiarkan air matanya sampai menetes.
*Kak, apa kamu tahu bagaimana rasanya ketika ibu memelukku dengan penuh darah, lalu mencekik leherku dengan tangannya
sambil mengatakan bahwa aku seharusnya nggak pernah dilahirkan ke dunia
ini?”
“Semua orang di dunia bilang kalau seorang ibu pasti menyayangi putrinya, tapi bagaimana mungkin dia
malah ingin aku mati? Selama kamu pergi, dia mencekikku, memasukkan kepalaku ke dalam bak mandi,

membakar rambutku dengan korek api, dan menusuk kukuku dengan tusuk gigi. Dia paling suka
menyiksaku di tempat yang nggak bisa dilihat orang lain. Setiap kali aku hampir mati karena siksaannya, dia baru merasa puas
dan bisa tertidur dengan nyenyak. Lalu, ketika bangun keesokan harinya, dia akan
memelukku erat–erat, meminta maaf, dan berjanji nggak akan melakukannya lagi.”
*Tapi, sama seperti kasus kekerasan dan perselingkuhan dalam rumah tangga, semua ucapannya selama ini cuma omong
kosong. Setiap kali kambuh, dia akan menyiksaku. Gara–gara itu aku jadi terbiasa melampiaskan kekesalanku pada kucing kecil
itu.”
“Kenapa kamu nggak memberitahuku?”
Wajah Harvey dipenuhi dengan penyesalan. Meskipun penyakit ibunya sudah diketahui sejak awal dia tak pernah menyangka
bahwa adiknya telah mengalami penyiksaan yang tak manusiawi sejak masih kecil.
“Apa dengan memberitahumu bisa memutuskan ikatan ibu dan anak di antara kami? Semua itu bisa kulakukan kalau aku
meninggalkan keluarga ini.”
Harvey memandangnya dengan tatapan tidak percaya, “Jadi, waktu itu kamu sendiri yang memutuskan untuk pergi?”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.