Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chapter 466



Bab 466
Selena dilanda kecemasan. Perasaan ketika kehilangan anaknya akibat pendarahan hebat di masa lalu pun kembali
menyeruak. Wajahnya pucat pasi, bahkan suaranya pun bergetar hebat.
“K–Kenapa, Dok?”
Tak sadar, jemarinya mencengkeram erat bagian bawah bajunya. Dia sudah bersiap menghadapi situasi terbunk
Namun, dokter itu malah tersenyum. “Selamat, Nona Selena. Anda hamil anak kembar. Saya lihat dua detak jantung.”
Mendengar kalimat itu, mata Selena berkaca–kaca. Dia menggigit bibir, berhati–hati saat bertanya,” Terus, gimana
perkembangan si kembar?”
“Ya, dari yang terlihat, sih, perkembangannya sangat baik. Nona Selena nggak perlu khawatir.”
Selena menyentuh perutnya dan langsung menangis bahagia.
Dia tidak hanya punya satu anak, tetapi dua!
Lian membuka pintu dan masuk. Melihat ekspresi Selena, dia pikir ada sesuatu yang salah.
“Ada apa? Ada masalah dengan perkembangan bayinya? Nggak usah takut, sains sekarang sangat maju. Pasti semuanya akan
baik–baik saja.”
Selena begitu gembira sampai dia tidak bisa berkata–kata. Dia menggelengkan kepalanya dengan panik. “Nggak, nggak gitu.
Bayinya baik–baik aja, tapi aku hamil, hamil...”
“Aduh Selena, cepat katakan! Aku penasaran banget, nih. Kamu hamil apa? Jangan bilang kamu hamil

Herkules!”
Dokter di sampingnya tertawa terbahak–bahak sebelum mengambil alih berita yang belum disampaikan. “Nona Selena senang
sekali karena dia hamil anak kembar dan perkembangan janinnya normal.”
“Ini berita bagus! Selena, kamu luar biasa. Siapa sangka kamu hamil anak kembar.
Tangan Selena sibuk menyeka air matanya. “Ya, aku juga nggak mengira akan kembar.”
Satu anak saja sudah cukup membuatnya bahagia, tetapi dikaruniai dua anak adalah sebuah kejutan.
Selena begitu terharu, sehingga dia berulang kali mengucapkan terima kasih pada dokter. “Terima kasih. banyak, Dokter.”
Dokter itu mengibaskan tangannya. “Saya cuma bagian periksa saja, kok. Kamu harus tetap jaga kesehatan. Dua anak itu capek
banget, lho.”
“Aku nggak takut. Selama mereka bisa lahir dengan selamat, aku nggak takut apa pun.”
“ini
Lian menyeka al mata wanita itu kabar bahagia, kenapa jadi menanals begini, sih?”
Selena memeluk Lian erat erat. Tubuhnya masih gemetar tak terkendali.
Tidak ada yang akan mengerti perasaannya. Hanya mereka, yang pernah kehilangan, yang akan tahu betapa berharganya apa
yang dimiliki

“Aku punya dua bavi Kak Lian. Aku punya dua bayi,” ujar Selena dengan suara gemetar.
Bahkan, Lian yang belum menikah saja turut merasa emosional karena Selena.
Lian menepuk bahu Selena. “Lihatlah, kamu senang banget macam bayi. Ya sudah, jangan nangis lagi. Kamu Kan sudah jadi
seorang ibu,” ujar Lian, berusaha menenangkan.
Selena berhenti menangis dan tersenyum, “Ya, aku nggak akan nangis. Aku cuma terlalu bahagia karena punya anak.”
Selena terus mengulang kalimat itu bagai kaset rusak. Hanya Yang Kuasa, satu–satunya yang mengetahui arti kehidupan
baginya.
Awalnya, dunianya tampak gelap gulita, tetapi sekarang dia kembali melihat adanya cahaya harapan.
Kedatangan anak itu menghidupkan kembali harapan hidupnya. Dia bahagia sampai tidak bisa berkata-
kata.
Setelah beberapa lama, Lian berhasil menenangkan Selena. Lalu, Selena minum segelas air hangat. guna membasahi
tenggorokan. Setelah berulang kali mengucapkan terima kasih kepada dokter, dia pun
pergi.
Selena tidak tahu, begitu mereka keluar dari ruang USG, dokter segera mencetak hasil USG–nya dan menyerahkannya pada
seseorang.
Tatapan Harvey menjadi serius ketika melihat dua detak jantung janin.

Darren masih belum tahu apa yang terjadi. Meskipun memiliki dua anak kembar seharusnya menjadi berita gembira, mengapa
Harvey terlihat sangat marah?
Dia menghampirinya dengan sopan dan bertanya, “Tuan Harvey, apa ada hasil yang kurang jelas? Anda bisa bertanya apa saja
pada saya. Dari hasil USG, kedua bayi terlihat sangat sehat dan tumbuh dengan baik. Kalau Tuan Harvey mau tahu jenis
kelaminnya juga bisa...”
Lantas, Hansen yang ada di sampingnya berdeham, “Ahem.”
“Kak, suaramu kenapa? Mau permen pelega tenggorokan, nggak?” tanya Darren dengan heran sambil
menatapnya.
Hansen benar–benar pusing. Satu anak haram saja sudah membuat Harvey tidak tahan, apalagi sekarang datang dua
sekaligus. Harvey ingin sekali menghancurkan rumah sakit itu.
“Aku nggak apa–apa. Kamu lebih baik diam, nggak ada yang anggap kamu bisu. Tuan Harvey, apa yang akan Anda lakukan?”
Hansen melirik ragu ke arah Harvey.
Harvey meremat erat laporan itu. Bibir tipisnya mengeluarkan satu kalimat bernada dingin, “Lakukan
sesuai rencana.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.