Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chapter 464



Bab 464
Harvey menerima telepon dari Lian. Meskipun dia tidak menemui Selena Bennett selama ini, dia tahu semua tentang apa yang
Selena lakukan.
Lian tidak tahu apa yang Harvey pikirkan. Dia hanya berpikir, pria itu adalah mantan suami terbaik yang diam–diam
memperhatikan Selena dan melindunginya.
“Tuan Harvey, Nona Selena mau periksa kehamilan.”
Di atas meja Harvey, sepasang cincin kawin tergeletak di sana. Jarinya mengusap berlian besar di cincin itu, sementara raut
wajahnya tidak menunjukkan kebahagiaan ataupun pilu.
“Oke, biar aku yang urus,” pungkasnya.
Lian menghela napas lega. “Sudah kubilang, Tuan Harvey sangat peduli pada Nona Selena. Aku benar- benar nggak paham
kenapa Nona Selena menyembunyikan kehamilannya darimu.”
Harvey tersenyum sinis, lalu menutup sambungan telepon. Dia mengembalikan cincin itu ke kotak.
Dia bangkit dan berjalan ke jendela besar. Langit tampak kelabu, bak pertanda akan turun hujan.
Saat ini, sudah waktunya pulang kerja. Jalanan ramai dengan orang–orang yang lalu lalang dan kendaraan yang berseliweran.
Deretan lampu di gedung pencakar langit dari kejauhan mulai menyala satu per satu, sehingga bayangan tubuhnya yang tinggi
tampak makin panjang.
Hujan lebat melayang miring dan membentur kaca, lalu bergulir ke bawah meninggalkan rintik–rintik
hujan.
Sosok Harvey terlihat sangat kesepian di balik tirai hujan.
“Seli, kamu pernah bilang kalau kamu akan temani aku melewati masa–masa sulit.”
Setelah beberapa saat, Harvey pun mengeluarkan ponsel, lalu dia menekan sebuah nomor. Nadal suaranya terdengar sangat
rendah. “Ya, ini aku.”

Seharusnya, Selena senang ketika mendapat balasan, tetapi entah mengapa dia merasa agak kesal.
Dia merasa seolah–olah segalanya terlalu lancar.
Lian keheranan melihat Selena mondar-mandir di ruangan. Lantas, dia buka suara, “Selena, Tuan
Harvey sudah setuju. Kenapa kamu nggak senang?”
“Aku
Selena menyentuh bagian dadanya, kesulitan untuk menjelaskan perasaan yang sedang menghampirinya.
+15 BONUS
Rasanya, ini tidak benar.
Semuanya terlalu lancar, hingga membuat Selena curiga.
“Dia nggak banyak omong?”
Lian mengedipkan matanya yang jernih, lalu menggelengkan kepalanya. “Nggak, Sel. Sebenarnya, Tuan Harvey mencintal dan
peduli sama kamu lebih dari yang kamu pikirkan. Aku yakin alasan dia menikahi
Nona Agatha hanya karena tanggung jawab. Rasa cintanya sudah habis semua di kamu.”
Setiap kali dia memberi tahu Harvey tentang makanan yang Selena suka ataupun tidak suka.
Kali berikutnya, hidangan yang tidak dia sukai pasti tidak tersaji lagi di meja makan. Sebaliknya,

hidangan dengan rasa yang disukainya akan tersaji dalam berbagai variasi.
Yang paling utama, guna memastikan dirinya bisa makan bahan makanan yang paling segar, Harvey
rela mengendarai jet pribadi untuk membeli langsung dari tempat asalnya.
Harvey jarang bicara, tetapi tiap kata yang dia ucapkan hanya tentang Selena.
Jika ini bukan cinta, lalu apa namanya?
Bahkan, Harvey takut cintanya akan membebani Selena, sehingga dia tidak membiarkan Lian membocorkannya sedikit pun.
Selena enggan berdebat dengannya perihal cinta atau tidak. Yang terpenting adalah Harvey tidak curiga.
Mungkin benar adanya, kehamilan membuat seseorang menjadi lebih sensitif dan mudah curiga. Selena menggelengkan
kepalanya seraya membalas, “Nggak apa–apa, lanjut sesuai rencana awal saja.”
“Baik,”
“Aku pergi lihat Ayah dulu,” pamit Selena.
Selena membuka pintu, kemudian keluar. Angin kencang bertiup dari teras menuju koridor.
Tirai putih di tepi teras berkibar liar diterpa angin. Bunga–bunga indah milik pohon wisteria di luar halaman yang tadinya
menjuntai, kini beterbangan ke segala arah usai ditiup angin, kemudian basah dan berguguran di tanah.
Hujan turun lagi.
Selena mengernyitkan kening sebelum mengetuk pintu kamar Arya.

Saat pintu terbuka, Selena melihat Arya mengenakan setelan putih. Pria itu tampak segar dan bugar, tidak berbeda dengan
orang biasa.
Kini, kaki yang sebelumnya menyusut telah berangsur–angsur kembali normal selama masa pemulihan, warna wajahnya juga
terlihat sangat baik.
+15 BONUS
Tentu saja, itu hanya penampilan di luar. Saat ini, dia sudah bisa berjalan, meski langkahnya sangat lambat dan tidak sebebas
orang biasa, tetapi dibandingkan dengan sebelumnya yang harus berbaring. kondisinya sudah jauh lebih baik.
Untuk pulih sepenuhnya, masih dibutuhkan waktu satu atau dua tahun.
“Ayah, belum tidur?” Selena masih terbiasa memapahnya.
Arya tersenyum, lalu menjawab, “Ayah lagi santai sambil main catur. Kamu sendiri kenapa belum
istirahat?”
“Aku tidur siang lama banget, jadi malemnya nggak bisa tidur, deh.”
Tatapan Arya tertuju pada tangannya. “Selama masa pemulihan ini, apa kamu masih nggak merasakan apa–apa?”
Selena tersenyum getir sebelum buka suara, “Nggak, mungkin udah rusak.”
“Jangan putus asa, bahkan Ayah yang udah tua ini bisa sembuh. Kamu masih muda, jadi pemulihanmu
akan jauh lebih cepat.”
“Ya, Yah.”
kembali mengajukan permintaan, “Selena, kondisi
Lama sekali Selena menemani Arya berbincang. Arvs Ayah akhir–akhir ini baik–baik saja. Rasanya, Ayah sudah boleh pakai
ponsel lagi. Tapi, ponsel itu sangat merusak maťa. Gimana kalau kita tunggu sebentar lagi?”
Arya masih tersenyum ramah. “Selena, kamu khawatir kalau Ayah akan lihat pesan di ponsel yang seharusnya nggak Ayah lihat,
ya? Kalau benar, Ayah nggak akan lihat pesannya.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.