Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chapter 463



Bab 463
Sebelum fajar menyingsing. Selena dan Arya sudah dibawa pergi. Bahkan, Selena sendiri tidak tahu ke
mana mereka akan dibawa.
Ketika Selena sampai di sana, dia baru menyadari, tempat itu adalah sebuah rumah bergaya kuno. Dia berpikir sejenak dan
menyadari, sepertinya tidak ada rumah seperti ini atas nama Harvey Irwin.
Tampaknya untuk berjaga–jaga, Harvey telah menemukan tempat aman di mana tidak ada yang bisa menebak bahwa dia akan
berada di sini.
Arya sangat menyukai tempat ini, rasanya mirip dengan kediaman keluarga Bennett yang lama.
Setelah turun dari mobil, Arya berdiri seraya berjalan beberapa langkah tanpa bantuan kruk.
Melihat itu, Selena pun maju dan menopangnya. “Ayah, hati–hati.”
Wajah ramah Arya bersinar dengan sentuhan bahagia. “Selena, aku bisa jalan sendiri,”
“Ya, Ayah. Nggak usah buru–buru. Pelan–pelan aja. Jangan sampai jatuh.”
Melihat tubuh Arya yang makin membaik hari ke hari, Selena merasa sangat puas. Ketika kondisi ayahnya sudah stabil, dia juga
bisa menanyakan kebenaran dari peristiwa tahun itu.
Setiap malam, dia tertidur seraya membawa rahasia–rahasia itu. Dalam mimpinya pun, dia selalu ingin
tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Alex bergegas menghampiri Arya dan membantunya berdiri. “Paman Arya, pemulihan kesehatanmu memang cepat, tapi kamu
juga harus tahu batasan diri. Jangan terlalu terburu–buru.”

“Tenang saja. Aku sudah tahu, kok.”
Arya tersenyum, meski sebenarnya dia merasa cemas. Masih ada banyak hal yang belum dilakukannya dan dia enggan menjadi
beban bagi Selena.
Setiap Arya kembali ke kamar, dia akan berlatih memanfaatkan cara berpegangan pada tembok. Dial masih memiliki
kesempatan untuk bangkit kembali.
Halaman baru sangat nyaman, tempat yang baik untuk merawat bayi.
Sejak perpisahan itu, Harvey tidak pernah datang lagi. Mungkin Harvey takut keberadaannya terbongkar, mungkin dia terlalu
sibuk, atau mungkin berkaitan dengan pernikahannya yang akan segera berlangsung..
Dalam sekejap mata, dua puluh hari telah berlalu. Gejala awal kehamilan Selena perlahan menghilang. Akhir–akhir ini, nafsu
makannya menjadi luar biasa. Dia cepat sekali merasa lapar.
Setelah tidak muntah lagi, kondisi kesehatannya makin membaik. Wajahnya pun terlihat lebih bulat dan dia seringkali mengantuk
sepanjang hari.
Bahkan, Lian pun kesulitan menahan tawanya. “Lihat, deh. Selena kita yang cantik ini makin cantik saja. Kulit ibu hamil biasanya
kendur dan gelap. Aku belum pernah lihat yang kayak kamu, segar dan lucu macam sawi putih.”
Mereka berdua telah menghabiskan waktu bersama seperti saudari. Kepribadian Lian dan Olga juga
sangat mirip.
Yang satu adalah orang kasar dan bebas, sementara yang lainnya justru blak–blakan dan bersih.

Keduanya adalah tipe orang yang sanggup memberi ketenangan pada orang lain.
Selama ikut dengan Selena, suasana hati Selena tampak membaik dengan sangat jelas.
Dulu dia selalu diliputi energi negatif dan tidak memiliki harapan untuk masa depan.
Sekarang, dia pun mulai menantikan masa depan. Dia ingin hidup lebih lama lagi, melihat Arya sembuh, dan melihat anaknya
lahir dengan sehat.
Dengan adanya harapan, hidup sepertinya tidak lagi begitu sulit. Selena menyentuh perut kecilnya yang masih rata dan tiba–tiba
tampak ekspresi kekhawatiran di wajahnya.
ah tadi pak
“Ada apa, Selena? Apa cocok dengan seleramu?”
“Nggak gitu,” balasnya.
“Kalau begitu, buat camilannya, kamu lebih suka yang manis atau agak tawar? Nanti aku kasih tahu orang dapur.”
Jika berbicara tentang kebutuhan hidup sehari–hari, tidak ada cacat sedikit pun. Sayuran yang dia makan setiap hari adalah
sayuran hijau yang dipetik langsung dari ladang petani, dipupuk dengan pupuk organik dan tanpa pupuk kimia sama sekali.
Buah–buahan pun diimpor langsung dari tempat asalnya.
Setiap gigitan terasa manis, berair, dan segar. Seolah–olah sentuhan langsung dari sinar matahari bisa
benar–benar terasa.

“Bukan itu. Ini waktunya aku periksa kehamilan,” ujar Selena dengan bingung.
Kali ini, Selena ingin melihat apakah bayinya memiliki detak jantung dan bagaimana perkembangannya.
Hanya saja, alasan apa lagi yang harus Selena gunakan untuk pergi ke rumah sakit?
“Gimana kalau aku bilang kamu lagi nggak enak badan dan perlu bawa kamu ke dokter buat cek
kesahatan?”
Selena menghela napas panjang. Ini mungkin bukan cara terbaik, tetapi ini adalah satu–satunya cara.
Harvey akan menikah dalam beberapa hari lagi, jadi dia mungkin terlalu sibuk untuk merawat Selena.
Selama dia menghubungi Darren lebih dulu seperti terakhir kali, Dokter akan langsung meninjau hasil pemeriksaan dan
memberitahukan hasilnya pada Selena tanpa perlu menulis laporan. Jadi, tidak akan
213
+IS BOAS
meninggalkan jejak apa pun.
“Oke, hati–hati ya.”
“Ya, tenang saja. Aku bilang ini cuma pemeriksaan rutin. Tuan Harvey seharusnya nggak akan tahu.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.