Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chapter 411



Bab 411
Akhirnya, Calvin mengurus administrasi dan proses keluar Malsha dari rumah sakit. Setelah itu, mereka bersama–sama
memasak makan malam di rumah. Maisha duduk di kursi roda, tubuhnya terlihat sangat lemah.
Dia mencoba menelepon Agatha berkali–kali, kerinduannya sudah tidak terbendung.
Untuk mencegahnya terluka, Calvin sengaja tidak memberitahunya tentang keadaan yang sebenarnya.
Maisha sudah memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang ibu selama hidupnya, Calvin tidak ingin istrinya itu meninggalkan
dunia ini dengan penuh penyesalan.
“Jangan terlalu mememikirkannya, dari dulu dia selalu semaunya sendiri. Siapa tahu, beberapa hari lagi dia akan pulang ke
rumah.”
“Baiklah.”
Maisha menganggap Agatha masih membencinya seperti biasa, jadi dia tidak memaksakan keinginannya lagi.
Sepanjang makan malam, Maisha terus mengingatkan supaya Harvey selalu memperlakukan Agatha dengan baik di masa
depan dan tidak menyakitinya karena dia adalah wanita yang baik.
Harvey pun menahan sikap dinginnya dan menyetujui permintaannya.
Meskipun Agatha tidak hadir, Maisha masih terlihat sangat senang. Bahkan, dia minum dua gelas lagi hingga pipinya memerah.
Dia meminta Selena untuk menemaninya melihat matahari terbenam. Dia ingin bicara banyak

kepadanya.
“Selena, seandainya aku tahu kalau hidupku akan berakhir seperti ini, aku pasti akan menghargai waktu yang kita habiskan
bersama dulu. Tolong sampaikan maafku pada ayahmu saat dia bangun, aku sudah mengecewakannya.”
“Baik.”
“Ibu benar–benar berharap kamu bisa bahagia. Bisakah kamu nggak lagi menyalahkan Agatha atas apa yang terjadi dengan
Harvey? Lagi pula, saat ini sudah nggak ada yang bisa diubah.”
“Jangan khawatir, aku nggak akan bersaing dengannya. Kalau aku sudah memutuskan untuk melepaskan pria itu, aku nggak
akan kembali kepadanya.”
Maisha menatapnya lama, kemudian meraih tangannya dan berkata, “Kamu anak yang baik.”
Tetapi, dunia ini adalah tempat yang paling tidak adil, kebanyakan yang terluka adalah anak–anak yang
baik.
Keesokan paginya, saat fajar, Calvin secara khusus membawa Maisha ke atas gunung untuk melihat matahari terbit, Maisha
bersandar di pelukannya sembari menyaksikan semburat cahaya keemasan yang muncul di ufuk timur.
Dia berkata dari lubuk hatinya yang paling dalam, “Indah sekali. Aku benar–benar ingin menyaksikan matahari terbit bersamamu
seumur hidup.”
Calvin memeluknya dengan erat, menahan air mata yang ingin mengalir. “Selama kamu menyukainya, aku bisa menemanimu
selamanya.”

“Suamiku, hal yang paling membahagiakan di dalam hidupku adalah bertemu denganmu. Sayangnya, aku nggak bisa
menemanimu selamanya.”
Selena dan Harvey memandang pasangan yang saling berpelukan itu dari kejauhan. Saat ini, wajah cantik Maisha tampak
sangat tenang dan bercahaya. Di dalam hati, mereka berdua tahu dengan pasti bahwa ini adalah momen terakhir antara Calvin
dan Maisha.
Pada saat matahari naik ke puncaknya, tiba–tiba tangan Maisha terlepas dari genggaman Calvin.
Calvin seakand
tidak merasakan apa–apa dan hanya mendekap Maisha dalam diam, senyum
lembut terulas di bibirnya.
Dia menundukkan kepalanya dan menatap wanita di pelukannya yang sudah terbaring dengan mata terpejam. Dengan lembut,
dia mencium kening wanita itu tanpa sedikit pun kesedihan di matanya.
Dia berkata dengan suara lembut yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua, “Maisha, sudah kukatakan sejak dulu, entah
itu di atas langit biru atau di bawah langit yang gelap, aku pasti akan selalu
bersamamu.”
Selena menyadari ada yang tidak beres dan segera berlari ke arah mereka. Dia terkejut saat melihat darah segar mengalir dari
sudut bibir Calvin.
“Paman Calvin! Apa yang kamu lakukan? Cepat hubungi nomor 112!”
Harvey terlihat muram, “Terlambat.”
Calvin menatap kedua orang itu dan berkata, “Selena, ibumu itu sangat penakut, dia pasti sangat ketakutan sekarang, jadi aku
harus pergi menemaninya. Setelah kami berdua meninggal, kamu akan menguburkan kami bersama–sama, “kan?”
Selena berlutut di samping kedua orang itu, air mata mengalir dengan deras di wajahnya, “Baiklah.”
“Harvey, tolong jaga Agatha dengan baik, keluarga Wilson mengandalkanmu.”

“Aku mengerti.”
*Jadi, sudah nggak ada lagi yang perlu kusesali. Jangan menangis, Selena, aku akan pergi menemui
ibumu. Jaga dirimu baik–baik.”
23
Usai mengatakan hal itu, dia menutup kedua matanya dengan damai dan jatuh ke tanah bersama Maisha di bawah hangatnya
sinar matahari pagi.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.