Chapter Bad 1324
Bab 1324 Kalau Begitu, Ayo Kita Menikah
“Sudah terlambat. Silakan kamu menjawab di hadapan hakim atas semua perlakuan hinamu ini.” Maggy berbalik dan menatap
Lies dengan dingin.
Sekarang. Lies menyesali semua tindakannya, tetapi dia hanya bisa menghabiskan sisa hidupnya di balik jeruji besi. Dia tidak
bisa mewujudkan mimpinya untuk melihat anak laki–lakinya menikah dan membangun keluarga sendiri. Dia tidak bisa hadir
menyambut saat putranya keluar dari penjara, dan hutangnya juga belum dilunasi. Dia masih harus menghabiskan sisa
hidupnya dan mengkhawatirkan keadaan dia dan anaknya.
Tiga hari kemudian.
Biantara dan Maggy pergi berlibur untuk menjernihkan pikiran. Cobaan ini telah menguras energi mereka. Akan membutuhkan
waktu cukup lama sebelum Nina dijatuhi hukuman, tetapi mereka sendiri tidak terburu–buru. Mereka lebih senang
mempercayakan pada para penegak hukum untuk menggunakan waktunya melakukan penyelidikan mendalam. Yang mereka
inginkan hanya memastikan bahwa Nina mendapatkan ganjaran atas setiap kejahatan yang dilakukannya.
Keluarga Shailendra menyewa pengacara terbaik dengan bayaran mahal. Lies dan Nina akan membayar mahal ulah mereka.
Di bandara.
Biantara memanggil Nando. “Nando, kami menyerahkan Qiara padamu untuk menjaganya. Kami akan pergi selama beberapa
waktu.”
“Selamat bersenang–senang, Pak Shailendra. Serahkan Qiara kepada saya. Saya akan menjaganya dengan baik,” janji Nando
dengan anggukan kepala.
Pasangan suami istri itu jauh lebih tenang sekarang sehingga pergi berlibur dengan hati ringan. Setelah mengantar kepergian
mereka, Qiara bersandar di pundak Nando dan bertanya, “Sekarang kita ke mana?”
“Kita makan malam di rumah orang tua saya. Mereka tidak sabar ingin bertemu denganmu. Setelah orang tuamu pulang, baru
kita atur jadwal pertemuan dengan mereka,” ucap Nando sambil melingkarkan lengannya pada pundak Qiara.
Qiara berhenti menghindari hal–hal yang tidak bisa dihindari. Dia mengangguk dan berkata, “Oke. Saya akan pulang
bersamamu.”
Begitu masuk ke mobil, ponsel Qiara berdering. Dia melihat nomor yang ada di layar ponsel dan samar–samar teringat kalau
nomor itu milik Lathan. Dia menjawabnya. “Halo?”
“Qiara, saya mendengar kejadian yang menimpa keluargamu. Apakah Bianca... Tidak, maksud saya, Nina Levon benar–benar
seorang penipu?” tanya Lathan.
“Benar. Dia seorang penipu, sebenarnya dia adalah seorang pengantar tamu. Lathan, demi
kesehatanmu, saya rasa kamu harus periksakan diri ke dokter, untuk lebih aman.”
Lathan terdiam beberapa saat lalu berkata, “Kamu benar. Saya akan memeriksa diri ke dokter. Saya tidak pernah menyangka
dia adalah seorang penipu.”
“Omong–omong, sekarang saya sedang bersama kekasih saya. Jangan telepon saya lagi,” ujar Qiara
terus terang.
“Kamu dan Nando menjalin kasih?”
“Sebenarnya, kami akan segera bertunangan,” ucap Qiara.
“Selamat. Saya tidak pantas mendapatkanmu, Qiara. Saya harap kamu mau memaafkan saya karena sudah menyakitimu
selama ini.”
“Saya tidak ingin membahas masa lalu.” Qiara menutup telepon. Dia ingin melupakan semua kenangan buruk selama satu
tahun terakhir dan mengingat hal yang baik dan menyenangkan saja.
Langit senja hari memancarkan keindahan matahari terbenam, dan saat menikmatinya, Qiara menoleh ke arah laki–laki yang
sedang mengemudi. Meskipun sudah melewati periode hidup yang rasanya seperti mimpi buruk, masa depan yang menantinya
cerah dan penuh harapan.
Nando menelepon ibunya. Karena ponselnya terhubung dengan audio mobil, Qiara bisa mendengar percakapan mereka.
“Hei, Nando. Kapan kamu mau mengajak Qiara ke rumah untuk makan malam?”
“Saya mengajaknya malam ini, Bu.”
“Benarkah? Kalau begitu, cepat tanyakan padanya apa makanan kesukaannya. Ibu akan memasaknya sekarang.”
Qiara tersipu malu dan berkata, “Saya tidak pilih–pilih makanan, Nyonya Sofyan. Saya suka semuanya.”
“Qiara! Kami sangat menantikan kehadiranmu untuk makan malam bersama malam ini. Kami tunggu!” nada suara Belunda
melembut.
“Baik! Nando dan saya sedang menuju ke sana,” ucap Qiara sambil tersenyum.
Setelah teleponnya terputus, Nando menoleh ke Qiara. “Apa yang akan kamu lakukan apabila orang tua saya mulai mendesak
kita berdua untuk menikah secepatnya?”
“Kalau begitu, ayo kita menikah saja. Memangnya ada pilihan lain?” Qiara tersenyum menggoda. “Atau kamu tidak ingin
menikah dengan saya?”
“Tentu saja saya mau! Ayo kita menikah sekarang juga!” Nando bahkan sangat menerima gagasan
itu.
Lampu jalanan satu persatu menyala, dan tak lama kemudian, seluruh kota menjadi terang. benderang. Kediaman Sofyan
terletak di utara kota. Sebuah kompleks perumahan yang luas. dengan rumah besar di tengah–tengah yang terlihat megah dan
menakutkan.
Ini pertama kalinya Qiara berkunjung ke rumah keluarga Nando. Diam–diam dia terpana menyadari betapa kaya rayanya
keluarganya. Meskipun tahu Nando berasal dari keluarga yang sangat terpandang dan kaya raya, dia tidak pernah tahu sejauh
mana kekayaan Keluarga Sofyan itu. Sungguh jauh melampaui apa yang dipikirkannya. Tidak heran banyak perempuan
mengejarnya.