Menantu Dewa Obat

Chapter 26



Bab 26

"Paa..." Nara berkata dengan cemas, "Reva telah banyak membantu kita, mengapa... mengapa kau malah memperlakukannya seperti ini?"

Alina berkata dengan marah, "Dia membantu kita? Dia bisa apa? Kau kira dia bisa membantu kita?"

"Itu adalah obat perusahaan kita. Semua ini seharusnya milik kita. Dia hanyalah seorang bajingan yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan dan sekarang masih ingin kita berterima kasih padanya?"

Hana mengangguk-angguk: "Kakak, kau jangan tertipu oleh orang seperti itu. Orang ini sangat berbahaya, licik, tercela dan tidak tahu malu. Dia bahkan menggunakan setelan itu untuk menjebak suamiku hari ini. Jika dia masih memiliki sedikit saja hati nurani, dia tak akan berbuat seperti itu. Dan kau jangan lupa, kita adalah saudara!"

Kalian bertiga berbicara dengan begitu kompak. Nara tampak menggigil saking marahnya. Dia tidak dapat berdebat dengan mereka sama sekali.

"Reva, kau jangan mengira dengan diam saja maka tak ada masalah. Jika kau tidak mau berbicara, maka besok kita akan pergi mencari Austin. Nantinya aku akan melihat bagaimana kau menjelaskan semuanya!"

Axel dengan dingin mengucapkan kalimat itu dan masuk ke kamar dengan marah.

Reva kembali ke kamar tidur. Akhirnya telinganya bisa tenang sekarang.

Nara mengikutinya dan berbisik, "Reva, apakah kau marah?"

"Marah?" Reva tersenyum: "Tentu saja ada sedikit emosi tetapi dengan kau berada disampingku semua ini tidak lagi penting!"

Pipi Nara merona merah: "Kau ini.. sifatmu terlalu baik. Sebenarnya, kau... kau boleh menolak ..."

"Untuk apa?" Reva menggelengkan kepalanya: "Aku bertengkar dengan mereka dan pada akhirnya kau terjebak di tengah-tengah. Bukankah menjadi dilema untukmu. Nara, aku sudah bilang aku tidak akan membiarkanmu dianiaya. Jika aku sendiri malah membuatmu dilema, bukankah itu sama saja dengan sengaja membuatmu teraniaya?"

Nara menangis terharu, ini adalah cinta sejati!

"Reva, terima kasih!"

Nara tiba-tiba menghampiri Reva lalu mencium wajah Reva seperti capung dan bersembunyi di kamar mandi dengan wajah memerah. Reva langsung membeku di tempat, tersenyum dengan wajah bodoh.

Setelah tiga tahun, Nara akhirnya menciumku!

Jika terus seperti ini seharusnya malam pengantin sudah tidak jauh lagi, kan?

Dini hari berikutnya, Axel dan Alina bangun pagi-pagi sekali.

Melihat keduanya sudah berpakaian dengan rapi, Nara tampak terkejut dan tak tahan untuk bertanya: "Pa, Ma, kalian mau kemana?" Axel: "Pergi mencari Austin untuk minta penjelasan!"

Nara terdiam: "Pa, berhentilah membuat masalah."

"Itu adalah seorang Austin!"

Axel memelototinya: "Kenapa memangnya kalau dia adalah seorang Austin?"

"Putrinya disembuhkan dengan obat keluarga Shu. Mengapa dia tidak memberikan keuntungan kepada keluarga Shu?"

"Huhh, ini semua karena Reva, si bajingan sialan ini yang mendapatkan semua keuntungan itu, keluarga kita dianggap apa olehnya?"

Alina mengibaskan tangannya: "Sudahlah, Nara, kau juga tak usah berbicara lagi!"

"Kau kerjalah dengan baik-baik. Beberapa hari lagi, pamanmu dan yang lainnya akan datang."

"Kurasa mereka mungkin ingin datang ke perusahaan untuk bekerja. Kau pertimbangkanlah dan bantu mereka dengan memberikan pekerjaan yang bagus untuk mereka!” Nara langsung tertegun. Ini adalah hari pertamanya bekerja dan keluarga pamannya akan datang?

"Maa..."

Dia masih ingin berbicara, tetapi Axel dan Alina sudah pergi dengan tergesa-gesa.

"Reva, apakah sebaiknya aku pergi denganmu untuk bertemu dengan Austin?" Nara berbisik, "Aku tidak tahu mereka akan berkata apa di depan Austin, jika mereka menjelekkanmu..." "Tidak apa-apa." Reva tersenyum dan menggelengkan kepalanya: "Austin tidak akan mempedulikan mereka."

Melihat Reva yang begitu percaya diri Nara pun tidak bertanya lagi.

Setelah selesai makan, Reva mengantar Nara ke perusahaan. Tentu saja, dia menggunakan mobil listrik karena BMW itu sudah dibawa pergi oleh Axel tadi.

Nara tampak begitu bersemangat saat berdiri di bawah gedung perusahaan itu.

Dulu meskipun dia mempunyai status yang cukup tinggi disini tetapi siapa pun dari keluarga Shu

bisa menudingnya dengan seenak hati.

Sekarang, dia telah menjadi pemilik perusahaan ini!

"Reva..." Nara tiba-tiba berkata, "Bagaimana kalau kau juga ikut bekerja disini? Aku akan menjadikanmu sebagai sekretaris ketua disini?"

Saat Nara mengatakan itu, dia tersenyum lebih dulu. Dia adalah ketua dewan, jadi Reva datang kesini untuk menjadi sekretarisnya.

Reva juga tersenyum: "Baiklah, tetapi aku ingin menjadi sekretaris kehidupanmu!"

Wajah Nara menjadi sedikit merah dan dia mengejeknya: "Bajingan."

"Hahaha.." Reva tertawa keras: "Bercanda, aku tetap bekerja di rumah sakit saja. Nanti ketika kau sudah stabil disini baru aku akan datang untuk membantumu lagi!" "Baiklah!" Nara mengangguk. Dia tahu dia belum mengetahui kondisi perusahaan ini sekarang.

Jika dia tiba-tiba membuat Reva bekerja disini malah akan mengumbar gosip tak jelas nantinya.

Reva kembali ke rumah sakit.

Dia tidak tinggal di sisi Nara. Alasan utamanya karena dia ingin mengasah keterampilan medisnya di rumah sakit.

Keterampilan medis yang diwariskan leluhurnya melalui batu giok itu sangatlah hebat tetapi mereka juga perlu dilatih dalam praktek yang sebenarnya untuk meningkatkan keterampilan medisnya. Melihat Reva yang kembali, orang-orang di rumah sakit itu membicarakannya dengan ramai.

"Kenapa dia ada di sini lagi?"

"Apakah adiknya yang melompat dari gedung itu sudah mati?"

"Pasti mati, sudah menderita leukemia dan masih lompat dari ketinggian seperti itu, jika tidak mati juga pasti sudah lumpuh!"

"Oh, kasihan sekali."

"Kasihan apa? Kalau menurutku, orang seperti ini lebih baik mati saja daripada melibatkan semua orang." Sementara semua orang berbicara tiba-tiba Alan berjalan masuk kesana.

Ketika dia melihat Reva, dia segera melangkah mendekatinya: "Reva, beraninya kau datang kesini untuk bekerja? Kau telah absen dari pekerjaan selama tiga hari dan rumah sakit telah memutuskan untuk memecatmu!"

NCC

Sambil mengatakan itu, Alan tersenyum lagi: "Tetapi bagaimanapun juga kau direferensikan oleh Nara untuk bekerja disini, tentu saja aku harus menghormatinya. Begini saja, kau panggil Nara kesini sebentar lalu aku akan membantumu memohon belas kasihan dari rumah sakit ini agar mereka tidak memecatmu, bagaimana?"

Reva meliriknya, Alan ini benar-benar cari mati!

"Alan, jangan kau permalukan lagi Nara-ku!" tukas Reva dengan cemberut: "Nara-ku berkata bahwa jika dia melihatmu itu akan membuatnya jijik."

"Apa?" Alan tampak sangat marah: "Apa yang kau katakan? Bagaimana mungkin Nara bisa mengatakan hal seperti itu? Kau tunggu sebentar, aku akan menelepon Nara sekarang. Beraninya kau mengadu domba hubungan kita. Kau lihat saja nanti bagaimana Nara akan menghukummu?!

"Haha..." Reva mencibir: "Direktur West, dengarkan saranku, lebih baik kau jangan menelepon Nara, dia tidak akan mau menjawab teleponmu."

"Tidak mau menjawab teleponku?" Alan tertawa dengan liar: "Sebenarnya dia tidak mau menjawab teleponmu atau teleponku? Mari, mari, aku akan meneleponnya sekarang di depanmu!" Alan segera memutar nomor Nara dan telepon baru berdering dua kali sudah ditutup.

"Ada apa?" Alan tidak bisa menahan diri untuk tidak terkejut. Nara tidak menjawab teleponnya? Sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya!

Nara berkecimpung dalam dunia medis dan memiliki beberapa urusan bisnis dengan rumah sakit Alan. Oleh karena itu dia pasti akan selalu menjawab panggilan telepon dari Alan.

Tetapi Nara yang sekarang adalah ketua perusahaan. Pada hari pertama dia menjabat, semua direksi pasti sedang rapat.

Alan yang saat ini meneleponnya mana mungkin dijawab?

Alan merasa penasaran jadi dia terus mencoba untuk meneleponnya. Tetapi hasilnya sama saja, setiap kali dia menelepon langsung ditutup dari seberang telepon itu.

Beberapa kali berturut-turut membuat Alan tertegun, apakah dia benar-benar tidak mau menjawab teleponnya?

"Direktur West, jangan buang - buang energimu." Reva tersenyum dan berkata, "Kau terlihat sangat jelek. Dengan mendengar suaramu saja Nara sudah merasa jijik, lalu untuk apa kau sengaja menyulitkannya?"

Orang-orang disekitar situ tertawa. Alan tampak sangat marah: “Kau berani mengutukku!"

0

ma

Dia mengangkat tangannya dan menampar Reva.

Reva mundur selangkah dan Alan jadi seperti menampar udara dan terhuyung ke depan.

Kaki Reva pura-pura mengait betisnya secara tidak sengaja dan Alan pun terjatuh dengan wajahnya di lantai dan berlumuran darah.

Beraninya kau memukulku!" Alan berkata dengan suara serak, "Reva, awas saja kau. Aku tidak akan melepaskanmu karena masalah ini! Cepat, hubungi departemen keamanan!"

Tidak lama kemudian, sekelompok orang dari departemen keamanan datang dengan terburu-buru.

"Siapa yang memukuli sepupuku?" Pria gendut yang memimpin berteriak dengan agresif, "Apakah sudah tak ingin hidup lagi sehingga berani memukul seseorang di wilayahku! Apalagi telah dengan sengaja memukul sepupuku, aku akan membunuhmu hari ini!"

Previous Chapter

Next Chapter


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.