Chapter Bab 4
Dalam tiga tahun terakhir, seorang tabib wanita sudah menjadi sangat terkenal baik di dalam maupun luar negeri, mengandalkan
pengetahuannya dalam metode pengobatan tradisional China yang sudah turun temurun selama 5000 tahun, dia sudah
menyembuhkan banyak penyakit yang sulit dan bahkan tidak bisa disembuhkan. Banyak orang yang berpikir identitasnya akan
dapat dicari dan ditemukan dengan mudah, namun ada hal yang aneh, setiap kali dia mengobati seseorang, dia akan
menunjukkan penampilan yang berbeda dengan sebelumnya. Ada banyak sekali orang yang ingin mengetahui identitas aslinya,
namanya, namun tidak ada yang berhasil menemukannya, apabila mereka ingin meminta bantuannya untuk menyembuhkan
penyakit, tidak peduli sekuat dan seberkuasa apapun orang itu, mereka hanya bisa menghubunginya melalui email dan
menunggu jadwal temu yang dia tentukan dengan patuh. Mengenai apakah dia bersedia membantu atau tidak....itu juga
tergantung kepada tabib wanita itu. Dan, tabib wanita yang misterius itu tidak lain tidak bukan adalah Samara yang mengenakan
topeng berbentuk wajah manusia itu. “Sayangku, 100 miliar bukanlah jumlah yang kecil, coba katakan siapa yang mencariku?
Dan penyakit apa yang ingin diobatinya?” “Ibu, orang yang meminta bantuanmu adalah Daniel, Direktur dari Hanamari Real
Estate. Tiga bulan lalu dia mengalami pendarahan otak mendadak, dan setelah mengalami komplikasi sekarang setengah dari
tubuhnya sudah menjadi lumpuh, kemampuan berbahasanya juga sudah rusak, dan sekarang dia sudah masuk ke tahap sulit
untuk berbicra.” Setelah mendengar nama Daniel, Samara mendengus. “Tolak.” “Tapi, Ibu, mereka menawarkan 100 miliar,
kamu bahkan tidak mempertimbangkannya dulu dan langsung menjawab?” “Hanya 100 miliar mereka berencana membeli hati
nuraniku? Daniel ini sudah sering mencari uang dengan cara yang kotor! Di dunia ini, semakin kaya mereka-mereka yang
berhati busuk itu, maka semakin takutlah mereka akan kematian!” Tatapan jijik terlihat dalam mata Samara, dan dia langsung
melemparkan topeng wajahnya ke meja kopi. “Jadi, karena itulah kamu menyerah menjadi tabib dan kembali kemari untuk
menjadi dokter forensik?” Samara tidak menyangkal : “Hati manusia selalu dipenuhi keserakahan, dokter itu bukan orang yang
mahakuasa, tapi orang-orang kaya ini selalu mengira mereka bisa memaksa para dokter untuk melakukan hal-hal diluar
batasannya dengan uang yang mereka miliki. Karena itulah, saya lebih memilih untuk mewakili orang mati berbicara, daripada
harus mengobati manusia-manusia ini dengan semena-mena.” “Ibu, saya sangat suka prinsip keadilanmu!” wajah tembem
Javier dipenuhi dengan kekagumannya pada Samara. Samara memegangi pipinya dengan satu tangannya dan tersenyum :
“Tentu saja, siapa yang tidak menyukaiku?” Javier menatap wajah ibunya setelah melepas topeng wajah itu, dan tanpa sadar
teringat gadis kecil manja yang ditemuinya di bandara. “Ibu, gadis kecil yang menempel padamu di bandara tadi, terlihat mirip
denganmu....” “Benarkah?” Ketika membahas gadis kecil itu, Samara juga tidak bisa tidak teringat putrinya sendiri. Lima tahun
lalu, saat dia baru melahirkan sepasang anak kembar, Samantha membawa mereka pergi. Tapi, Samantha yang begitu
membenci dirinya pasti akan memperlakukan sepasang anak itu dengan buruk kan? Memikirkan hal ini, Samara merasakan
jantungnya yang berdegup kencang. Andaikan putrinya masih hidup, Apakah dia akan terlihat seperti gadis kecil lucu yang dia
temui tadi dibandara? ...... Keesokan harinya, pukul 5 lewat. Samara dibangunkan oleh sebuah panggilan telepon. Dia meraih
ponselnya dalam keadaan setengah sadar, dan meletakkannya di sisi telinganya, dan suara lelaki tua terdengar di balik telepon.
“Samara, maaf menganggumu walau kamu belum ditugaskan disini secara langsung. Beberapa kantong mayat dari Sungai Padi
sudah dibawa kemari pagi ini, dan karena sudah berada terlalu lama didalam sungai, autopsi akan sulit dan perlu diselesaikan
dengan segera, kami membutuhkanmu datang kemari lebih awal dari yang ditugaskan.” “Oscar, kirimkan alamatnya padaku,
saya akan sampai dalam 15 menit.” Samara mengusap matanya yang masih mengantuk, dan menyelimuti kembali anaknya
yang menendang selimut, lalu bangkit dari tempat tidur. Setelah mencucinya sebentar, Samara mengenakan kembali topeng
wajah jelek itu dan menatap cermin, dan wanita cantik itu seolah lenyap digantikan dengan seorang wanita jelek yang tidak
menarik perhatian, hanya tersisa sepasang matanya yang bercahaya namun terlihat hidup. Samara yang sudah berjanji untuk
tiba dalam 15 menit, menepatinya dan muncul tepat waktu. Lokasi itu diblokir dengan garis polisi, dan seorang polisi berseragam
menghalangi jalannya. “Nona, jalan ini sudah ditutup, orang luar tidak diizinkan masuk.” “Saya Ahli Forensik Khusus untuk Unit
Kejahatan Berat , Samara.” Samara mengeluarkan sebuah kartu pengenal dari kantongnya dan menunjukkannya kepada polisi
itu. Polisi itu melirik kartu pengenalnya dan sorot matanya pada Samara tiba-tiba berubah. Ahli Forensik Khusus tidak termasuk
dalam departemen maupun sistem Unit Kejahatan Berat, dia mengikuti perintah langsung dari Perwira Tinggi dalam Kepolisian.
Selain itu, orang lain tidak berhak mengaturnya untuk melakukan pekerjaan, sebaliknya dia yang memiliki kewenangan untuk
mengatur orang lain. Melihat polisi itu masih termenung, Samara mengernyit. “Permisi, sekarang apakah saya sudah boleh
masuk?” “Tentu saja boleh, silahkan.” Polisi itu bergegas memberikan hormat kepada Samara, dan mengizinkannya untuk
masuk. Setelah Samara berjalan ke tepi Sungai Padi, dia menemukan beberapa kantong mayat yang sudah diletakkan di tanah,
dan ada salah satu kantong mayat yang sudah terbuka. Didalam kantong mayat itu berisi sebuah mayat yang sudah hancur dan
darahnya terus mengalir ke tanah. Dua dokter forensik yang mengenakan jas putih sudah terlihat di lokasi, mereka sedang
mengemasi tas dan mengambil foto untuk dibawa kembali ke kantor. Penampakan visual dari mayat itu terlalu mengerikan dan
bau busuknya juga sangat menyengat, pergerakan dua dokter forensik itu terlalu lambat, dan salah satu dokter forensik wanita
yang berkali-kali tidak sanggup melanjutkan pekerjaannya. Setelah mempelajari situasi yang ada dihadapannya, Samara
akhirnya mengerti kenapa Oscar memintanya untuk bekerja pagi-pagi buta. Dia menggulung lengan bajunya dan berjongkok,
lalu mulai membuka kantong mayat yang ada di tanah : “Kalian lambat sekali, rejeki sudah dipatok ayam loh.” Lucas dan Jane
bertukar pandang. Terutama Jane, dia yang sudah mual dibuat oleh mayat yang ada dihadapannya, malah diceramahi oleh
wanita jelek ini, membuat emosinya naik ke ubun-ubun. “Kamu atau kami yang dokter forensik? Siapa kamu? Berani-beraninya
mengatur pekerjaan kami!”