Chapter Bab 10
Samara ditarik paksa kedalam mobil, dia terkejut dan bersiap untuk melawan tapi pergerakan lawan jauh lebih cepat
daripadanya. Lengannya di tahan oleh pria itu, dia bahkan bisa merasakan nafas hangat pria itu didekat telinganya, bahkan bibir
tipisnya menyentuh daun telinganya dengan lembut. “Lepaskan saya, kamu ini pria bukan sih? Beraninya menyerang secara
mendadak seperti ini.” Semakin Samara mencoba melepaskan diri, semakin erat pria itu memeluknya, dia bisa merasakan
punggungnya dan dada pria itu semakin sesak. Suara pria itu terdengar menarik, dan suara tawa nya melewati telinganya.
“Saya pria atau bukan? Kamu periksa saja sendiri, bagaimana?” “Kalau begitu lepaskan saya.” Bola mata Samara berputar
beberapa kali : “Kamu menggenggamku dengan erat, bagaimana saya bisa memeriksanya?” Pria itu tidak berkomitmen namun
pada akhirnya dia melepaskan lengan Samara. Detik selanjutnya, Samara membalikkan badan dan mengarahkan tinjunya
kepada pria itu namun ditangkis dengan mudah. Tangan besarnya meraih tinjunya dan menariknya ke arahnya, dan jarak antara
keduanya tiba-tiba menyempit lagi. “Kamu ini benar-benar kucing liar kecil dengan cakar yang tajam ya.” Samara menatap pria
di depannya, matanya penuh keterkejutan. Fitur wajahnya yang sempurna tanpa celah, sepasang mata tajamnya yang dingin
dan menatap dalam sedalam sumur berusia ribuan tahun, dan tidak terlihat dasarnya. Tahi lalat di bawah kelopak mata kanan
menambahkan sedikit aura genit ke seluruh wajahnya. Sudut bibirnya terangkat, dan tatapan dinginnya tersirat kebenaran dan
kejahatan, begitu misterius. Samara sudah hidup selama dua puluh lima tahun dan sudah banyak menemui pria yang berkulit
mulus, tapi pria di hadapannya ini benar-benar sangat sempurna. Asta melihat Samara yang tercengang, dan matanya berbinar.
“Saya sangat ingin mengundang Nona Samara untuk makan dan sudah ditolak berkali-kali oleh Anda, jadi saya tidak punya cara
lain selain menggunakan cara ini untuk menemuimu.” Asta melepaskan cengkramannya pada tangan Samara, dan berkata :
“Nama saya Asta.” Setelah mendengar nama itu, Samara segera tersadar kembali. “Jadi, kamu adalah Asta?” Samara
menyandarkan punggungnya pada pintu mobil dan matanya menatap Asta dengan penuh pertahanan : “Saya tidak kenal kamu,
jangan beritahu saya kalau kamu menculikku seperti ini hanya untuk mengajakku untuk makan?” Asta sudah bertemu dengan
berbagai jenis wanita, yang berkelas, yang manja, yang lembut, yang lemah, tapi mereka semua sama-sama memiliki keinginan
untuk mengikat hubungan dengannya, tapi wanita yang ada dihadapannya ini malah menatapnya dengan penuh kewaspadaan.
Wanita ini tidak terlalu cantik, tapi pemikirannya sadar dan membuatnya merasa kalau dia sangat menarik. Asta ingin melihat
wanita ini lebih jelas, jadi dia mencondongkan tubuhnya dan semakin mendekat padanya. Samara terus bergerak mundur dan
menempelkan dirinya pada pintu mobil sampai tidak ada jarak lagi untuknya, namun tangannya yang ada dibalik tubuhnya diam-
diam meraih sebuah jarum perak, dan saat dia mendekatkan diri lagi, jarum itu langsung dititikkan pada keningnya. Tapi saat
Samara hendak bertindak, Asta tidak lagi mendekat, dia mengulurkan tangannya menuju punggungnya dan mengeluarkan
jarum perak yang disembunyikan Samara. “Kamu—-” Samara tidak menyangka kalau kemampuan observasi Asta begitu
mengejutkan, dan membuatnya tercengang. “Nona Samara, kamu berpikir terlalu jauh.” Asta mengambil jarum perak yang ada
ditangan Samara dan melihat lebih dekat : “Saya adalah ayahnya Olivia, saya mengajakmu untuk makan hanya untuk
berterimakasih kepadamu karena sudah membantu menjaga putriku saat di bandara.” Olivia? Saat mendengar namanya,
Samara samar-samar memiliki ingatan tentang gadis kecil yang mengidap afasia yang dia temui dibandara. “Tidak perlu
berterimakasih, Olivia sangat lucu, kalau berganti menjadi orang lain pun pasti akan melakukan hal yang sama.” Samara
mengingat sosok imut dan lucu itu, ekspresinya seketika melunak dan senyuman mulai terlihat merekah diwajahnya : “Apakah si
imut itu baik-baik saja belakangan ini? Dia sangat imut sampai membuat orang yang melihatnya akan langsung
menyayanginya....” Asta menilai wajah Samara, fitur wajahnya memang terlihat biasa saja, tetapi sepasang matanya itu
membuat dia merasa tertarik. Samara yang dibayangkannya memang sesuai dengan yang ditemuinya, dia begitu menyukai
Olivia, dan perkataannya juga tidak dibuat-buat atau menyiratkan keinginan lain, itu benar-benar ucapan yang tulus dari hatinya.
Rasa sukanya itu bahkan membuat Asta secara tidak sadar memiliki pemikiran. Samara sepertinya lebih menyukai Olivia
daripada Samantha, ibu kandungnya. Pada saat ini, mobil tiba-tiba berbelok kearah kanan dengan tajam dan membuat Samara
terhempas kearah Asta. Tapi... Yang lebih parah adalah, wajah kecil Samara mendarat pada tubuh bagian bawahnya Asta.
Wilson yang mengemudi dibarisan depan menggunakan sistem komunikasi didalam mobil untuk menyampaikan : “Maaf, Tuan,
ada truk yang tiba-tiba berganti jalur didepan dan saya tidak sempat mengerem mobilnya.” Setelah adegan itu, Hummer itu
kembali melaju di jalanan. Keheningan mengisi barisan belakang mobil, Samara dan Asta mempertahankan postur yang sangat
ambigu.