Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chatper 510



Bab 510
Anak–anak di dalam perut Selena sedang aktif bergerak–gerak. Usia kehamilannya baru empat bulan, jadi gerakan janinnya
belum terlalu kuat, Selena hanya dapat
merasakannya samar–samar.
Selena dengan lembut mengusap perutnya, lalu perlahan–lahan kedua bayinya itu. pun menjadi tenang.
Pada awal kehamilannya, dia merasakan mual hebat, tetapi sekarang keadaannya lebih baik. Anak–anak yang ada dalam
kandungannya tidak lagi membuatnya
kesusahan.
Kedua bayi ini benar–benar memahami ibu mereka.
Saat membicarakan anak–anaknya, wajah Selena tampak menjadi lebih cerah.
“Laki–laki atau perempuan sama saja, yang penting mereka lahir dengan sehat.”
Lian mengangguk, lalu berkata, “Ya, sekarang saya mengerti. Di dunia ini, uang atau kekuasaan nggak akan sebanding dengan
kesehatan.”
Lian menghela napasnya. “Setelah kehilangan begitu banyak hal, biasanya kita baru sadar bahwa memiliki orang terkasih yang
sehat dan hidup di dekat kita adalah berkat yang sesungguhnya.”
“Lihat saja, Nyonya makin cantik saat hamil. Nyonya juga kelihatannya lebih semangat setiap hari. Mau itu anak laki–laki atau
perempuan, anak–anak Nyonya nantinya pasti bakal jadi anak yang patuh. Saya jadi iri.”
Selena lalu menggodanya, “Sepertinya kamu pengin sekali punya anak, kamu punya
pacar, ya?”

“Nggak, saya lebih suka sendiri.”
“Masa? Kok kemarin aku dengar ada orang lagi teleponan pakai suara manja, ya? Suaranya mendayu dan terus manggil–
manggil Kak Lewis.”
Wajah Lian langsung merona merah. “Haha, Nyonya ini senang sekali sih menggoda.
saya!”
Selena dengan lembut menepuk bahunya. “Jangan bercanda, jujur sama aku. Kamu
suka nggak sama Lewis?”
“Kalau boleh jujur, sepertinya cinta saya bertepuk sebelah tangan. Dia teman sekolah saya di SMA dulu, orangnya sangat baik,
sering membantu saya. Saya sampai berusaha buat masuk ke universitas yang sama dengannya. Awalnya saya berencana
mendekatinya pas di kampus, tapi dia pergi ke luar negeri buat
pertukaran pelajar. Untungnya, dia bakal pulang minggu depan buat magang di sini.”
Ketika menyebut Lewis, mata Lian tampak berbinar–binar. Selena seperti melihat dirinya di masa lalu.
Dia pernah sangat mencintai seseorang dan orang itu adalah Harvey.
“Apa kamu nggak pernah melupakannya setelah dia pergi?”
Lian menggeleng pelan. “Cinta masa muda yang bertepuk sebelah tangan adalah satu hal yang nggak akan pernah bisa
dilupakan seseorang seumur hidup. Kak Lewis itu... tatapannya lembut, alisnya tegas sosoknya pas lagi lari di lapangan pakai

seragam kemeja putih ah, semuanya sangat sulit saya lupakan. Sejak saat itu, dia selalu ada di hati saya dan saya nggak
pernah bisa suka sama orang lain lagi.”
“Ah, indah sekali. Setidaknya dalam hal ini, Selena bisa merasakan apa yang Lian
rasakan.
“Apa Nyonya pernah jatuh cinta sama seseorang sebelumnya?”
“Ya, aku pernah seperti kamu, tergila–gila sama pria.”
“Terus apa yang terjadi?”
Terus...” Selena tertawa ringan. “Dia meninggal, mati dalam kenanganku. Sekarang, setiap mengingatnya, cuma ada rasa sakit
dan penyesalan.”
Lian segera menyadari sesuatu. “Orang itu nggak mungkin... Tuan Harvey, “kan?”
Selama hampir setengah tahun bersama dengan Selena, Lian sangat penasaran dengan masa lalu Selena dan Harvey.
Sayangnya, Selena sudah sangat membenci Harvey. Dia bahkan tidak mau mengenang masa lalu mereka berdua.
Seperti sekarang, setiap membicarakan tentang Harvey, Selena hanya akan mengalihkan topik pembicaraannya.
“Minggu depan Kak Lewis pulang, kamu harus jemput dia, ya.”
“Nggak bisa.” Lian menolak tanpa berpikir panjang.
“Loh, bukannya kalian berdua sudah lama nggak ketemu? Kamu pasti sangat
merindukannya.”
Lian dengan wajah serius berkata, “Mana bisa laki–laki lebih penting daripada sahabat? Persahabatan adalah segalanya! Saya
sudah berjanji akan menemani Nyonya sampai waktu persalinan tiba, saya nggak akan membiarkan orang lain.
menyakiti Nyonya.”
“Itu cuma pikiranmu, nggak ada yang mau menyakitiku.”

“Lebih baik jaga–jaga. Saya nggak mau ada kejadian nggak terduga lagi. Adal beberapa kejadian yang susah dilupakan seumur
hidup. Nyonya Selena, saya sudah janji akan menjaga Nyonya dengan bai, sedangkan Kak Lewis pulang untuk menetap. Kalau
memang jodoh, kami pasti bakal ketemu kok. Kalau nggak, yasudah, nggak ada gunanya memaksakan takdir.”
Selena tersenyum kecut. “Kamu sangat realistis.”
Lian mengangkat dagunya dengan bangga. “Tentu saja, nggak ada yang lebih penting daripada keselamatan Nyonya. Saya
harus menunggu kedua bayi kecil itu lahir dengan selamat dan menjadi ibu baptis mereka!”
“Baiklah, dua anak ini jadi harus membuat ibu baptis mereka menunggu. Kita urus masalah pernikahanmu nanti.”
“Nyonya, saya dan dia masih belum pasti, kenapa Nyonya sudah menyimpulkan
sendiri.”
Selena menepuk bahunya. “Lian, kamu ini cantik dan baik hati. Kalau seniromu nggak buta, dia pasti suka sama kamu.”
“Saya nggak sebaik itu, kok.”
Lian berbisik pelan, wajahnya kini semerah tomat.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.