Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chatper 373



Bab 373
Harvey memberi beberapa instruksi pada Alex sambil membawa mangkuk sup yang sudah dingin untuk naik ke lantai atas
dengan perlahan.
Suara air yang mengalir dari kamar mandi terdengar. Tak lama kemudian, Selena keluar dengan tubuh yang masih basah.
Tepat saat pintu terbuka, dia melihat Harvey. Tatapan mereka bertemu.
Rambutnya tidak dikeringkan dan tergantung basah. Wajah putihnya tampak kaku, hingga pakaian rumahannya juga
memperlihatkan tulang selangkanya yang ramping.
Harvey berhati–hati memalingkan tatapannya. Tenggorokannya pun sedikit bergerak.
Selena yang seperti ini selalu mengingatkan dirinya pada mimpi indah itu, bahkan sentuhan kulitnya terasa begitu nyata.
Sebenarnya, hingga sekarang, dia masih mengingat suhu tubuh Selena dan suaranya yang menggetarkan hati.
“Supnya sudah matang. Kemarilah dan coba dirasa ada perubahan atau nggak,” ujar Harvey.
Sejak pagi, Selena sudah bolak–balik hingga belum sempat minum seteguk sup panas saja, perutnya sudah mulai terasa perih.
Dia dibawa Calvin dari pulau, pergi terburu–buru, bahkan obat saja tidak terbawa.
Sebenarnya, itu adalah dosis untuk satu bulan. Selama setengah bulan konsumsi, perut Selena tidak pernah sakit lagi dan tidak
pernah muntah darah lagi.
Isaac terus meminta agar obat tidak berhenti dan harus diminum tepat waktu setiap hari.
Beberapa hari ini, teleponnya tidak bisa dihubungi. Konsekuensi dari penghentian obat adalah perutnya mulai terasa sakit lagi.

Jadi, dia tidak memaksakan diri dan berkata, “Terima kasih.”
Selena menghindari tangan Harvey yang ingin memberinya obat. Suhu obatnya pas, sehingga dia langsung meneguk habis.
Harvey mengambil handuk dan mengusak lembut rambut Selena. Tangannya yang halus bagaikan sedang menyentuh porselen
yang mudah pecah, penuh kehati–hatian yang tak terlukiskan.
Selena merasa adegan ini lucu, membuatnya tidak menghalangi Harvey untuk melayani dirinya.
Setelah kenyang, dia berbaring di tempat tidur dan berkata, “Aku mau tidur.”
Meskipun dia tidak akan bertengkar dengan Harvey sekarang dan tidak menolak tindakan baiknya, tetapi
+15 BONUS
tidak ada kata–kata yang lebih dari itu.
Harvey sangat menyadari adanya jurang yang sulit dijelaskan dengan kata–kata di antara mereka, jadi dia berdiri dan pergi.
“Istirahatlah,” pesannya.
Selena tidak punya waktu memikirkan perasaan Harvey. Saat ini, dia harus fokus pada diri sendiri dan berusaha hidup lebih
lama.
Dia tidak lagi pesimis. Bagai rumput tertanam di lumpur busuk, tak peduli seberapa buruk lingkungannya, dia tetap berjuang
mati–matian untuk tumbuh keluar, berbunga, dan berbuah.
Entah berapa lama dirinya tertidur, dia terbangun oleh suara telepon. Dalam keadaan linglung, dia

meraih ponselnya.
“Halo.”
Suara Calvin yang serak terdengar, “Setelah kamu pergi, kondisi Maisha makin memburuk. Dokter sudah mengeluarkan surat
pemberitahuan kritis, dia nggak akan hidup lebih dari tiga hari lagi.”
Rasa kantuk Selena langsung hilang. Dia buru–buru bangun dan berkata, “Paman Calvin jangan
khawatir. Aku akan segera ke sana.”
Baru saja dia berdamai dengan Maisha, kali pertama merasakan kasih sayang seorang ibu dalam
hidupnya, dan hari ini dia diberi tahu bahwa Maisha akan wafat.
Selena berpakaian dengan tergesa–gesa dan dia diberi tahu ketika turun bahwa Harvey baru saja pergi beberapa saat
sebelumnya.
Selena tidak bisa mengendalikan ke mana Harvey pergi, jadi dia meminta sopir untuk mengantarnya ke rumah sakit.
Ketika sampai di sana, Calvin duduk sendirian di bangku panjang. Dia menatap menuju kejauhan tanpa berkedip, matanya
kosong tanpa fokus.
“Paman Calvin,” panggil Selena dengan suara pelan.
Dengan mata merah dan suara lemah, Calvin berkata, “Kamu sudah datang...”
Selena duduk di sisinya. “Bagaimana keadaan Ibu?” tanya Selena.

“Beberapa organnya mulai gagal.”
Selena meremas telapak tangannya dengan erat. “Kenapa bisa jadi begini?” keluhnya dengan perasaar frustrasi.
Calvin menengadahkan kepalanya ke langit seraya berkata, “Aku juga ingin tahu bagaimana mungkin Maisha si baik hati
berakhir seperti ini, ya?”
Entah apa yang tiba–tiba terlintas di benaknya, terdengar suara Paman Calvin, “Aku nggak akan membiarkan dia mati, berapa
pun biayanya.”
+15 BONUS
“Paman Calvin, apa yang ingin kamu lakukan?”
Wajah Calvin metampakkan ketakutan dan paranoia luar biasa.
“Selena, pernahkah kamu mendengar soal organisasi di dunia ini yang ada di antara sisi baik dan jahat?
Mereka bisa menghidupkan orang mati, menyembuhkan patah tulang, dan tingkat kedokteran yang jauh
lebih tinggi daripada organisasi medis internasional. Jika kita menemukan mereka, Maisha akan bisa
diselamatkan!”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.