Chapter Bab 90
dirinya. Dia juga mengira bahwa berlian yang digunakan Harvey pada gaun itu hanyalah berlian
palsu. Namun, sekarang dia baru tahu, bahwa gaun itu digunakan untuk memperingati cinta
Harvey dengan Agatha.
Ternyata sejak sepuluh tahun yang lalu, Harvey sudah jatuh cinta kepada Agatha.
Agatha dikelilingi oleh beberapa wanita yang berdandanan mencolok. Ketika Agatha dan Selena
saling bertatapan, Agatha dengan dingin mengalihkan pandangannya.
Dia tidak ingin berurusan dengan Selena lagi, agar tidak ada orang yang tahu tentang masa lalunya dengan Harvey.
Namun, Alana tidak berpikir demikian. Waktu itu, Selena sudah membuat semua orang tidak
senang di pesta makan malam. Sekarang Keluarga Bennett sudah bangkrut, dan Alana juga sudah
berteman baik dengan Agatha, sehingga Alana pun semakin meremehkan Selena.
“Bukankah ini adalah teman kita yang genius itu? Kenapa sekarang dia datang dengan pakaian
seperti ini? Dilihat dari jauh, kupikir dia adalah gelandangan.”
Satpam langsung menyela saat itu juga, “Bu Agatha, apakah kalian mengenal Nona ini? Dia tidak
membawa undangan. Jika kalian mengenalnya, dia bisa masuk bersama kalian.”
Agatha berujar dengan dingin, “Aku tidak mengenalnya.”
Alana pun ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk menghina Selena juga, sehingga dia
memberi nasihat kepada satpam, “Pakailah matamu itu baik–baik, jangan biarkan para gelandangan menyelinap masuk.
Sebentar lagi sudah mau Tahun Baru, mungkin orang–orang
yang miskin dan gila ingin masuk untuk mencuri. Sekecil apa pun kerugian yang dialami,
sepuluh generasi pun kamu tidak akan bisa menggantinya.”
Satpam mengangguk kepada mereka berulang kali sambil berkata, “Ya, ya, terima kasih atas
peringatannya, Nona.”
Sekelompok orang itu masuk dengan perasaan kesal. Satpam awalnya hendak mengusir Selena untuk pergi. Namun, Chandra
yang sedang keluar untuk merokok, kebetulan melihat hal ini. Chandra pun buru–buru menghentikan satpam itu.
Akhirnya, satpam pun segera mengizinkan Selena masuk.
Bab 90
“Nye Nona Selena, mari aku antar kamu masuk,” ujar Chandra masih dengan sikap hormat kepada Selena.
“Tidak perlu, aku sedang menunggu temanku, dia sudah datang,”
Selena melihat seorang wanita mengenakan mantel bulu merah dari kejauhan, tampak seperti flamingo. Wanita itu juga
mengenakan stoking berwarna kulit dan sepatu hak tinggi.
Selena tiba–tiba merasa tidak ingin mengaku bahwa dirinya mengenal wanita itu, Tak disangka, ternyata Olga datang terlambat
karena berganti pakaian di dalam mobil,
Olga datang dengan harum semerbak, dia juga mengenakan kacamata hitam yang mencolok. Selena pun menoleh sejenak, lalu
berjalan sambil berkata, “Oh tidak, aku salah mengenali orang,
aku masuk dulu.”
“Selena, tunggu aku!”
Olga berjalan ke arah Chandra, lalu melepas kacamata hitamnya dan memelototi Chandra sambil
berkata, “Apakah kamu yang membuat Selena marah lagi?”
Chandra tidak pernah mengomentari pakaian wanita, tetapi saat ini...
“Kamu pikir Gedung Langit Indah ini adalah klub malam? Kamu berpakaian seperti ini mau
berdisko?”
Olga memiliki kepribadian yang tegas. Awalnya dia sudah kesal dengan Harvey. Kini
kekesalannya semakin bertambah saat melihat Chandra yang merupakan anak buah Harvey.
“Jika kamu mati, aku pasti akan berpakaian seperti ini untuk berdisko di kuburanmu.”
Chandra juga malas beradu mulut dengan seorang wanita. “Ikutlah denganku,” ujarnya.
Olga mengeluarkan undangan itu dengan tatapan angkuh sambil berkata, “Tidak perlu, aku punya
undangan.”
Di saat mereka berdua sedang berbicara, Selena sudah naik ke lantai dua. Dulunya, Arya juga
cukup suka datang ke sini. Arya tidak punya banyak hobi, tetapi dia suka mengoleksi barang
antik.
Dulu waktu keluarganya masih kaya, Arya terkadang juga membeli cukup banyak barang antik peninggalan kerajaan–kerajaan
kuno. Tidak ada yang tahu bahwa di waktu senggang, Arya juga bisa membuat tembikar, cangkir teh, dan mangkuk.
Arya adalah seorang pria tua berjiwa seni yang sangat menikmati hidup. Jika bukan karena ada bukti yang kuat, Selena tidak
akan pernah berpikir bahwa Arya akan melakukan hal segila itu.
122
Selena berjalan–jalan di dalam bangunan bernuansa kuno itu. Dia terus berjalan sampai akhirnya melihat barang–barang
koleksi di balik kaca. Beberapa di antaranya terlihat sangat familier, itu
merupakan koleksi barang berharga milik Arya dulunya.
Di antara barang–barang koleksi itu, terdapat sebuah patung dewa ukiran kayu yang memegang sebuah kantongan uang. Di
atas kantongan itu, ada bekas gigitan kecil yang merupakan bekas gigitan Selena saat berusia enam tahun. Arya pernah
bercanda dengannya bahwa di dalam kantongan itu berisi permen, sehingga Selena pun menggigitnya dengan keras dan
hampir
membuat giginya patah.
Dengan adanya bekas gigitan kecil pada kantongan ukiran kayu itu, membuat keseluruhan
patung ukiran kayu itu menjadi tampak lebih lucu.
Saat kenangan indah masa lalu muncul di benaknya, tatapan Selena pun menjadi sedikit sayu. Seperti ketika masih kecil, dia
menempelkan wajahnya di kaca cukup lama dan tidak ingin pergi.
Ketika teringat dengan tujuan utama kunjungannya hari ini, dia pun berbalik badan, terlihat Harvey juga berada di depan stan
pameran.
Harvey terlahir dengan kulit yang bagus. Mantel wol hitam yang dikenakannya memperlihatkan
bentuk tubuhnya yang tegap. Pupil hitamnya yang memandang ke arah Selena tampak seperti
lubang hitam yang tak berujung.
Harvey hanya dengan santai meliriknya sejenak, lalu kembali mengalihkan pandangan.
“Permisi.” Selena lewat di sampingnya dengan ekspresi dingin, seolah–olah mereka berdua tidak
pernah berpapasan.
Agatha berjalan ke arah Harvey sambil tersenyum dan berkata, “Harvey, kenapa kamu datang sini?
Alana pun berkata dari samping dengan bercanda, “Dia tentu saja datang karena kamu, Kak
Agatha Kamu dan Pak Harvey benar–benar saling mencintai, belum menikah saja sudah tak
dapat dipisahkan, benar–benar tidak rela untuk berpisah sesaat pun.”
f
Setelah tiba–tiba menyadari keberadaan Selena, Alana pun langsung menarik Selena dan berkata
lagi dengan kasar, “Bagaimana caranya kamu menyelinap masuk? Di mana satpam? Kenapa dia
membiarkannya masuk?!”