Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chapter Bab 88



Bab 88
Selena menghentikan gerakan tangannya, kemudian berkata dengan nada bicara yang menjadi
lebih tegas, “Tante, tidak perlu membahas hal itu. Aku ingin mengobrol dengan Ayah, tolong
kamu keluar dulu.”
“Baiklah, Nona.” Perawat itu menutup pintu secara pelan–pelan.
Seperti biasanya, Selena dengan sabar membersihkan tubuh Arya, serta memangkas rambut dan
memotong kukunya.
Jika bukan karena grafik detak jantung di sampingnya masih menunjukkan detak jantung yang
stabil, Selena hampir mengira bahwa ayahnya telah meninggalkan dunia ini.
Cuaca hari ini sangat bagus, hujan badai telah berlalu. Dia pun membuka tirai dan membiarkan sinar matahari yang hangat
masuk ke dalam kamar.
“Ayah, aku sekarang semakin jarang menemani Ayah. Jika Ayah tidak bangun juga, aku khawatir Ayah tidak akan bisa melihatku
lagi. Oh ya, aku sudah bercerai dengan Harvey.”
Suara Selena sangat lembut, sinar matahari bersinar ke arah senyum di mulutnya. Dia terus
menceritakan, “Meskipun dia tidak memperlakukanku dengan baik dalam dua tahun ini, tetapi
dia cukup bermurah hati. Dia memberikanku mobil, rumah, dan saham yang menjadi bagianku.
Sekarang aku sudah menajdi seorang wanita kaya.”
Aku ingat ketika Ibu pergi, Ayah mengatakan kepadaku bahwa hidup perlu sedikit penyesalan,
agar kita tahu bagaimana menghargainya. Sejak saat itu, aku menghargai semua hal dan setiap orang yang ada di sekitarku.
Tapi pada akhirnya aku tetap tidak bisa mempertahankan apa pun.”
“Ayah, ada kabar baik lainnya. Aku telah mendapatkan informasi bahwa yang membeli rumah

keluarga kita adalah Tuan Marky Yoharja. Dia berencana untuk melelang rumah tersebut. Aku
pun akan membeli kembali rumah keluarga kita. Ketika Leo nanti berhasil menyembuhkanmu, habiskanlah sisa hidup Ayah di
rumah itu. Putrimu ini tidak berbakti, harus pergi duluan,
sehingga tidak dapat merawat Ayah sampai tua.”
Selena mengoceh sepanjang sore. Ketika sinar matahari telah menghilang dari langit, dia masih belum melihat tanda–tanda
bahwa Arya akan terbangun. Oleh karena itu, Selena pun hanya bisa
tersenyum sendiri dengan merasa berdaya. “Memang benar, keajaiban hanya terjadi dalam novel,”
ujar Selena.
Dalam perjalanan pulang, dia melihat sebuah berita dari ponselnya yang menyatakan, “Presdir Grup Irwin memesan sebuah
gaun pernikahan dengan harga selangit untuk tunangannya.” Di bawahnya terlampir sebuah gambar gaun. Gaun itu dinamakan
“Starkling“:
Meskipun Selena telah membiarkan Harvey menikah dan memiliki anak, tetapi saat melihat
gaun tersebut, dia pun tetap merasa hatinya sakit.
“Ada begitu banyak gaun di dunia ini, mengapa harus memilih gaun itu?” pikir Selena.
Tiga tahun lalu, setelah selesai mandi, dia bersantai di sofa. Dia menunjuk suatu gaun pesta dari koleksi mewah musim baru.
“Wah, aku paling suka gaun desainer bernama Amy ini. Setiap desainnya memiliki keunikannya tersendiri, mewah tapi tidak
mencolok, juga terlihat anggun. Sayangnya... kita tidak mengadakan pesta pernikahan.”

Seperti biasa, Harvey menarik Selena ke dalam pelukannya, lalu berkata, “Memangnya kamu
hanya bisa memakainya saat ada acara pernikahan? Jika Seli–ku mau memakai gaun, maka
harus memakai gaun yang beda dari yang lainnya.”
Sebulan kemudian, Selena menemukan sebuah gambar sketsa gaun di ruang kerja. Selain itu, ada
banyak lagi gambar karya desain di buku sketsa itu. Berarti Harvey setiap malam tidur hingga
larut demi menggambar sketsa untuk Selena.
“Kamu suka yang ini?” Harvey tiba–tiba masuk dan memeluknya dari belakang, lalu meletakkan
dagunya dengan lembut di bahu Selena. Suasana itu sangat hangat dan romantis.
“Kamu yang menggambarnya, tentu saja aku menyukainya.”
“Aku sudah menghubungi perancang gaun. Dari pemilihan hingga penyelesaian akan memakan waktu sekitar tiga tahun.
Apakah kamu bersedia menunggu?”
“Jangankan tiga tahun, jika tiga puluh tahun pun aku bersedia menunggu. Gaun ini dipenuhi
begitu banyak berlian, bagaimana kalau kita memberinya nama “Starkling“?
“Oke, aku ikuti saja saranmu.”
“Nantinya, aku hanya akan mengenakan gaun ini untuk dilihat olehmu seorang.”
kan

Adegan saat dia berjanji dengan Harvey teringat begitu jelas di benaknya. Setiap memejamkan mata, Selena bisa
membayangkan senyuman Harvey dan cahaya lembut di matanya yang mirip seperti bintang–bintang di langit.
Pada akhirnya, dia tidak dapat mengenakan gaun itu, justru calon istri baru Harvey yang akan mengenakannya.
Sebelum pulang, Selena menenangkan diri dulu. Kemarin Olga sudah bergegas berkemas–kemas untuk datang kemari.
Setelah tiba di rumah, Olga menyenandungkan sebuah lagu dan menggoyang–goyangkan sendok besar sambil memasak di
dapur.
Setelah bertahun–tahun hidup hemat demi menghidupi seorang pria berengsek, keterampilan memasak Olga pun telah terlatih
dengan baik.
214
019 POPPIS
Bubur di dalam kuali yang sudah mendidih, ditaburi sejumput daun bawang segar. Aroma bawang segar bercampur dengan
ayam suwir dan bahan–bahan lainnya, wanginya pun tersebar ke
seluruh ruangan.
Selena seolah–olah baru kembali ke bumi setelah merangkak dari neraka. Daru pada saat inilah
dia merasakan kehidupan yang normal.
Aroma makanan itu membuat dia melupakan kesedihan yang dirasakannya sebelumnya.

Olga mengaduk bubur beberapa kali dengan sendok, lalu mengambil sesendok bubur dan meniupnya. Setelah itu, Olga
mencicipinya sedikit, “Hmm, enak, enak, Selena pasti menyukainya ”
“Kamu yang membuatnya, tentu saja aku menyukainya.”
Selena berjalan ke arah dapur. Saat ini, satu–satunya orang yang masih ada di sisinya adalah Olga
1
“Kamu sudah pulang? Bagaimana kabar ayahmu?” tanya Olga.
“Masih sama.”
“Jangan khawatir, ayahmu pasti akan sembuh. Hari ini aku sudah membantumu
menyumbangkan uang tersebut. Itu bukan uang yang sedikit, aku saja tidak rela
menyumbangkannya. Kamu benar–benar murah hati. Sekali menyumbang, langsung
menyumbangkan uang sebanyak itu.”
Selena pun tertawa sambil berkata, “Dasar kamu ini, mata duitan. Jika punya uang, maka hidup
kita harus bisa bermanfaat bagi banyak orang. Jika hidup pun sudah tidak ada lagi, punya uang
sebanyak apa pun juga tidak ada gunanya. Lebih baik disumbangkan saja untuk kepentingan
orang banyak.”
“Itu benar. Bagaimanapun, itu semua adalah uang si pria berengsek, tidak pantas dipakai. Lagi
pula, dia juga ingin menyerahkan uangnya kepada wanita genit itu untuk dibelanjakan. Huh!
Jangan mengungkit pria busuk itu lagi, aku benar–benar dendam kepadanya. Belakangan ini aku
selalu bermimpi buruk karena dirinya.”
“Ah, dasar kamu ini.” Selena pun tertawa karena terhibur oleh perkataan Olga.

*Jangan bergerak, jangan bergerak.” Entah dari mana Olga mengeluarkan kamera, lalu dia
berkata, “Pertahankan senyumanmu itu.”
Selena menutup wajahnya dengan tangannya sambil berkata, “Kamu sendiri juga tahu aku tidak
suka berfoto.”
“Aku hanya ingin memanfaatkan kondisi mumpung tubuhmu sedang sehat saat ini, jadi aku akan
memotret lebih banyak. Jika kelak kamu sudah pergi, aku tetap bisa mengenangmu...
Saat berkata sampai di sini, suara Olga semakin mengecil. Selena pun berinisiatif merebut
3/4
*15 BONUS
kamera itu lalu tersenyum dengan lembut sambil berkata, “Kalau begitu, kamu harus memberiku filter ya Kamu tahu, seorang
wanita paling suka terlihat cantik. Aku akan lebih banyak tersenyum, agar saat kamu melihatnya nanti, suasana hatimu akan jadi
lebih baik.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.