Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chapter Bab 83



Harvey masih teringat tentang Selena yang melemparkan bubur padanya beberapa hari yang lalu.
Murka, angkuh, seperti kucing yang pemarah.
Tidak seperti sekarang, dia berdiri di pinggir dengan kepala tertunduk dan gelisah, seakan menyembunyikan semua senjatanya.
Di hadapan Harvey, Selena menahan rasa janggal dan tidak nyaman di hatinya. Lalu, dia berkata dengan pelan, “Aku ingin
meminta bantuanmu.”
Harvey tertawa sejenak, lalu menyilangkan kakinya dan mengambil sebatang rokok dari
kotaknya. Tampak ekspresi sinis di wajahnya.
“Selena, kamu lagi main sandiwara apa hari ini?”
Tak jauh dari sana, ada seorang anak muda kaya bernama Victor Marama. Pemuda ini bisa dikatakan memiliki pandangan yang
tajam. Victor melihat bahwa Harvey bersikap berbeda
kepada Selena, sehingga dia pun segera berjalan maju dua langkah.
“Semua orang di sini ingin meminta bantuan Pak Harvey? Nona, meminta bantuan orang lain
mana boleh dengan cara tidak tulus begini? Kamu bahkan tidak menyalakan rokok untuk Pak
Harvey.”
Selena didorong oleh seseorang ke sisi Harvey, sedangkan Harvey sendiri sedang bersandar di

bantal dengan perasaan malas.
Selain bersikap dingin dan selalu menentang selama dua tahun terakhir, Harvey dulunya lebih sopan dan bisa mengontrol diri.
Bahkan dia tidak pernah merokok di depan Selena.
Tidak seperti sekarang, kemeja Harvey terbuka dua kancingnya, lampu redup di atas kepalanya
membuat wajahnya tampak lebih muram. Auranya terkesan liar.
Selena memegang korek api dan menatap mata Harvey yang suram, seolah–olah ingin
mengatakan bahwa dirinya tidak konsisten dan suka berubah–ubah.
Tanpa peduli Harvey akan berpikir apa tentang dirinya, Selena mengangkat kakinya dan berlutut
dengan satu lutut di sofa, tubuhnya membungkuk ke depan.
Seperti status Selena dan Harvey, Selena hanya bisa merendahkan diri.
Api tampak melompat–lompat di depan wajah tampan Harvey. Dia menundukkan kepalanya, lalu wajahnya menampakkan
senyuman dingin yang tidak jelas maksudnya.
“Aku ingat kamu pernah bilang, meski kamu jatuh dari lantai tujuh, kamu tidak akan pernah
meminta bantuanku.”
1/3
Selena tidak menyangka Atya akan tiba–tiba mengalami bahaya, Pukulan ini datang terlalu cepat Reperti hadaikan tornado.

Selena tidak berniat menebak bagaimana Harvey memandang dirinya, Selena membungkuk lebih rendah, suaranya pun
terdengar semakin merendah. “Tuan Harvey, kamu adalah orang yang murah hati. Janganlah perhitungan denganku,” ujar
Selena.
Victor mampu berpikir dengan cepat. Harvey yang selama ini tidak pernah membiarkan wanita mendekatinya, justru
membiarkan Selena berjalan mendekatinya. Meskipun wanita ini berpakaian agak tertutup, tetapi dia memang cantik. Mungkin
Harvey memang menyukai tipe
yang seperti ini.
Victor segera menuangkan tiga gelas wiski untuk Selena, lalu mengetuk–ngetuk meja dengan jarinya dan berkata, “Nona, ini
barulah aturan memohon pada seseorang.”
Selena mengernyitkan keningnya. Setengah gelas saja sudah cukup untuk mencabut nyawanya,
sekarang dia harus minum tiga gelas?
Selena menatap ke arah Harvey. Entah apa yang ada dalam pikiran Harvey. Harvey dengan sikap malas menopang kepalanya
dengan satu tangannya sambil berkata, “Kamu mau mengarang alasan apa lagi? Badanmu tidak sehat atau punya penyakit
kronis?”
Sindiran itu sangat menyakitkan. Selena tidak terlalu bisa minum, tetapi Harvey selalu saja suka mempersulit dirinya.
Atau lebih tepatnya, membalas dendam.
Selena merasakan kepahitan di hatinya. Dia teringat dulu Harvey tidak pernah membiarkan dirinya minum alkohol, apakah dia
benar–benar sudah berubah?
Harvey duduk dengan dagu yang sedikit terangkat. Kesan dirinya sebagai orang terhormat seolah- olah telah tertanam dalam
darahnya, dan saat ini aura tersebut terpancar. Aura tersebut seakan- akan benar–benar memisahkan jarak dia antara mereka
berdua.
Selena selalu menjadi orang yang sangat lemah di hadapannya.
Setelah menyadari kenyataan, Selena pun berpikir, asalkan Harvey bisa menyelamatkan Arya, apalah artinya harga diri dan
nyawanya?

Selena mengangkat gelas wiski dan langsung meminumnya hingga habis. Dia tidak pandai minum, dia juga tidak bisa
merasakan apa enaknya minuman beralkohol. Dia hanya merasa minuman itu melewati tenggorokannya dengan cepat, dan
yang tersisa hanyalah sensasi panas di tubuhnya seperti terbakar,
Sakit!
Rasa sakitnya terasa mulai dari tenggorokan sampai ke perut.
2/3
Belena mengenakan pakaian yang tebal, sehingga seluruh tubuhnya berkeringat Perutnya juga
tas mal dan nyeri.
Dia memegangi perutnya yang sakit, lalu tangannya meraih gelas kedua


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.