Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chapter Bab 258



Bab 258
Harvey memperhatikan Selena diam–diam. Dalam beberapa hari ini dia tidak melakukan hal–hal di luar ekspektasi.
Beberapa hari yang lalu, Selena menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah sakit. Hal ini sama sekali terasa wajar
karena Selena ingin menemani ayahnya yang kesehatannya makin lama makin memburuk.
Selama beberapa hari ini, Selena tidak pergi ke mana pun selain turun ke kompleks perumahannya. Bahkan Olga pun tidak
pernah datang.
Selena mengenakan gaun renda dengan kesan Tlongkok berwarna krem. Angin sepol–sepoi menyapu wajahnya dan bunga
sakura beterbangan di sekitarnya. Dia terlihat sangat cantik.
Ternyata setelah meninggalkan dirinya, Selena menjadi begitu tenang dan lembut.
Mereka berdua saling bertatapan dari jarak yang cukup jauh. Selena hanya menganggukkan kepalanya memberi salam, lalu
pergi tanpa menoleh.
Harvey merasa hatinya terasa sesak. Padahal jelas–jelas dia sudah membuat keputusan dan berjanji kepadanya, tetapi dia
malah berulang kali melanggar aturan–aturan yang dia buat sendiri untuk Selena.
Saat menyadari Selena akan pergi, Harvey bergegas melangkah maju dan menangkap pergelangan
tangannya.
Selena melihatnya dengan wajah datar dan memperingatkannya dengan suara lirih, “Tuan Harvey.”
Harvey masih mengenakan setelan jas, tetapi dasinya agak miring. Rambut yang biasanya tertata rapi juga terlihat berantakan.
Biasanya Harvey tidak seperti ini.

Padahal besok dia akan bertunangan, seharusnya dia terlihat senang dan bahagia. Namun, mengapa saat ini dia malah
memberikan kesan kesepian pada orang lain?
Harvey menelan ludahnya. “Aku cuma merasa agak nggak tenang.”
Dia tahu tidak seharusnya dia datang dan menemui Selena. Namun, perasaan cemas ini sudah berlangsung selama beberapa
hari.
“Oh.” Selena mengerjap dan melihatnya dengan acuh tak acuh.
Langit mulai gelap, lampu jalan di atas kepalanya tiba–tiba menyala.
Sinar dari lampu jalan terlihat membungkus tubuh Harvey yang tinggi dan membuat sosoknya terlihat berbeda. Dia tidak terlihat
tenang dan berwibawa seperti dulu.
“Apa kamu menyembunyikan sesuatu dariku?”
Entah mengapa Harvey memiliki perasaan seperti ini. Terakhir kali dia merasa tidak tenang seperti ini adalah saat sebelum
Selena Jatuh ke laut dua tahun yang lalu,
Harvey selalu merasa akan ada sesuatu yang akan terjadi.
Selena mendongak dan menatap mata Harvey, “Nggak ada. Tuan Harvey, bisa tolong lepasin saya?” kata Selena denaan suara
dalar.
Wajah Selena seakan–akan ditutupi oleh kabut, membuat Harvey sulit untuk melihat isi kepala Selena yang sebenarnya.
“Lagian, aku takut tunanganmu salah paham.”

“Kalau ...”
Harvey berhenti sejenak lalu berkata, “Kalau kamu butuh sesuatu, bilang saja padaku.”
“Aku butuh seorang laki–laki, memangnya kamu bisa kasih?” Selena tersenyum manis, sambil melihat ekspresi wajah Harvey
yang semakin dingin..
“Tuh lihat, kalau nggak bisa menepatl, Jangan sembarangan buat janji. Barangkali Tuan Harvey nggak tahu, semakin besar
harapan, semakin besar rasa kecewanya.”
Selena mengulurkan tangannya dan membuka jari–jari Harvey satu per satu dari pergelangan tangan. Selena sendiri. “Sama
kayak dulu kamu pernah bilang kalau hanya ada aku satu–satunya wanita dalam hidupmu. Tapi pada akhirnya kamu malah
ingkar.”
“Aku...”
Selena melepaskan jari terakhir Harvey. Dia berbalik membelakangi laki–laki itu dan berkata, “Harvey. jangan temui aku lagi.
Hidup dan matiku sama sekali nggak ada hubungannya lagi denganmu.”
Setelah berbicara, Selena berlari menjauh.
Bunga sakura yang berguguran seolah menelan tubuhnya sedikit demi sedikit.
Harvey ingin mengejarnya, tetapi tiba–tiba dia menyadari kalau dia sudah tidak pantas untuk
mengejarnya.

Meskipun berhasil mengejarnya, apa yang bisa dia katakan?
Apa yang bisa dia ubah?
Dia memegangi jantung yang berdegup kencang di dalam dadanya. Mengapa dia masih merasa begitu gelisah?
Selena naik lift dengan napas terengah–engah dan buru–buru menekan tombol lift.
243
Padahal sudah sejauh ini, mengapa Harvey malah datang menemuinya?
“Ting...
Pintu lift terbuka dan Selena berjalan keluar dengan perlahan. Namun, Selena malah melihat seseorang berdiri di depan pintu.
Selena menatapnya sekilas dan langsung berbalik ke arah lift lagi.
“Selena, jangan pergi.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.