Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chapter Bab 239



Bab 239
Ketika melihat miniatur pelacak di atas meja, wajah Chandra memucat.
“Ba... Bagaimana bisa seperti ini? Apa yang sebenarnya Nyonya lakukan?”
Harvey mengambil pelacak itu dan memasukkannya kembali, lalu berkata, ” Kembalikan ke Kenneth dan jangan beri tahu pada
siapa pun.”
“Baik, Tuan Harvey.”
Harvey memainkan klip dasi. Dia merasa skeptis semenjak Selena mengusulkan untuk menjadi asisten pribadinya.
Dengan kepribadian Selena yang ingin menjauh dari Harvey, bagaimana bisa dia berinisiatif untuk tetap berada di sisi Harvey?
Kecuali Selena merencanakan sesuatu pada Harvey.
Apa itu uang?
Selena dapat dengan mudah menyumbangkan uang satu triliun, jadi uang bukanlah
masalah.
Kalau begitu hanya masalah Arya.
Ketika memikirkan ekspresi ragu–ragu Selena hari ini, apakah dia sudah
menemukannya?
Ketika melihat Harvey tak berbicara, Chandra tak bisa menebak isi pikirannya, jadi dia bertanya dengan hati–hati, “Nyonya di
sini...”
Η
“Untuk saat ini jangan bertindak sembarangan. Aku ingin melihat trik apa yang bisa

dia mainkan.”
Jemari Harvey mengetuk meja dengan ringan sambil mengingat bahwa Selena sudah datang ke sini hingga dua kali.
“Sebentar lagi akan ada orang untuk memeriksa kantor. Dia boleh memasang pelacak pada orang lain, tapi dia mungkin tidak
bisa memasangnya padaku.”
“Baik, Tuan Harvey.”
Harvey melihat ke bagian bawah meja dan wajah sedih muncul di depan matanya ketika memohon bantuan padanya.
Dalam penyelidikan ini, Harvey tidak menyangka akan mendapatkan keuntungan yang tidak terduga.
Ada beberapa kamera mini tersembunyi di kantornya.
Ekspresi Chandra langsung berubah drastis dan berkata, “Tuan Harvey, ini ...
“Bukan Selena pelakunya.”
Selena baru saja sampai di kantor, selain itu ada beberapa kamera mini tersembunyi yang sudah dipasang secara permanen di
sudut kantor.
Tangan Selena tidak bisa menjangkau sehebat itu.
Amarah Alex memuncak dan berkata, “Kalau begitu siapa yang berani memasang
barang–barang ini di kantor Tuan Harvey?”
“Kamu periksa modelnya.”

“Waktu siaga kamera mini jenis ini bisa sampai satu tahun. Aku cek baterainya
sudah terpakai dua dari tiga bar.”
Itu artinya kamera ini sudah terpasang selama tujuh hingga delapan bulan.
Selama tujuh delapan bulan ini atau bahkan lebih awal dari itu, Harvey belum
bertemu dengan seseorang.
“Kalau begitu ini dilakukan oleh pesaing bisnis Tuan Harvey. Semua penawaran
proyek tahun ini berjalan dengan normal. Kalau bukan karena kepentingan.
komersial, buat apa memasang kamera–kamera ini di sini?”
“Periksa siapa saja yang sudah keluar masuk kantorku selama satu tahun ini.”
“Aku akan segera memeriksanya. Aku pasti bisa melacak kembali posisi orang
tersebut.”
“Sudah telat.” Harvey tersenyum dingin dan menambahkan, “Kalau mereka bisa
memasang kamera di kantorku, aku khawatir mereka mungkin sudah
menyadarinya sekarang, tapi...”

Harvey mengeluarkan korek api dan terdengar suara “css” saat menyalakan api.
“Kalau nggak bisa menangkap ikan besar, mungkin saja bisa menemukan ada satu hingga dua ikan yang lolos dari jaring.”
Perlahan–lahan langit menggelap dan semua orang di kantor sudah pergi. Hanya menyisakan Selena seorang yang masih kerja
lembur.
Begitu suara perutnya mulai berbunyi, Selena baru melihat langit di luar. Ternyata langit di luar sudah segelap itu.
Selena meregangkan tubuhnya karena sudah bekerja keras sepanjang hari. Akhirnya dia bisa membuat proposal perencanaan
yang baik.
Setelah memijat–mijat lehernya yang kaku, Selena menyimpan perencanaannya
sebelum mematikan lampu dan pergi.
Selena adalah satu–satunya orang yang tersisa yang berjalan–jalan di lantai tersebut di siang hari. Suara langkah sepatu hak
tingginya terdengar sangat jelas di lorong.
Selena berjalan cepat menuju lift dan lampu di lantai itu sudah padam, kecuali
lampu dinding yang bernyala remang–remang di kejauhan.
Terdengar jelas suara “klik” dalam kegelapan.
Punggung Selena terasa dingin dan semua bulu kuduknya merinding saat ini.
Seberkas cahaya muncul tak jauh dari sana. Di dalam cahaya itu, Selena melihat ada
seorang pria yang bersandar di dinding dengan salah satu tangannya memegang
korek api.
Cahaya api menyala yang melompat–lompat terpantul di wajah pria yang tampan itu. Tatapan gelapnya tertuju pada wajah
Selena yang ketakutan. “Apa kamu mau
pergi?”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.