Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chapter 476



Bab 476
Selena tak terlihat senang sedikit pun. Dia justru menatap Harvey dengan sorot mata dingin. “Walaupun aku nggak mau
mengakui, mereka memang anakmu.”
Ekspresi Harvey langsung berubah senang dalam sekejap. Dia bahagia sekaligus
terkesiap.
Selena menambahkan dengan nada datar, “Tapi, kamu hampir membunuh mereka tadi. Aku nggak akan membiarkan orang
sepertimu menjadi ayah mereka.”
“Seli, maafkan aku.”
Saat ini, hanya kata maaf yang bisa Harvey lontarkan.
“Nggak semua permintaan maaf bisa diterima, Harvey. Lihat wajahku. Tamparan ini bukan dari orang lain, tapi darimu.”
Selena bersandar di kursi, mengistirahatkan seluruh tubuhnya yang lemas dan lelah.
Semenjak hamil, beban tubuhnya makin bertambah. Masalah tadi sudah menguras banyak tenaganya, jadi dia sungguh lelah
saat ini.
Melihat ekspresi Harvey yang terlihat tak percaya, dia pun malas menjelaskan panjang lebar.
Harvey membuka mulut, hendak mengatakan sesuatu. Namun, dia
mengurungkannya kala melihat wajah lelah Selena. Kemudian, dia memeluknya sambil menghela napas pelan dan berkata,
“Seli, aku tahu kamu membenciku. Aku harus apa sekarang? Apa pun yang terjadi, aku nggak akan melepasmu.”

Selena tak menjawab, hanya air mata yang mengalir dari sudut matanya.
Selena juga tidak melawan. Hingga beberapa saat kemudian, dia berkata lirih, “Kamu benar–benar nggak mau melepaskanku?”
“Ya.” Harvey mempererat pelukannya.
“Kalau aku mati, bisakah kamu melepaskanku?”
Harvey segera menarik dagu Selena. Melihat secercah kesedihan dan keputusasaan

+15 BONUS
di mata sang wanita, entah kenapa dia menjadi gelisah.
Namun, dia buru–buru menepis pikiran tersebut. “Kondisi Ayah sudah berangsur
membaik. Kamu juga akan punya anak, Seli. Niatmu bertahan hidup pasti lebih
banyak dari siapa pun di dunia ini. Jadi, bagaimana mungkin kamu mati begitu saja?
Selena menghela napas, “Kamu benar. Aku ingin bertahan hidup lebih dari siapa

pun,” ujar Selena mengiakan.
Dia ingin hidup. Hanya saja, bisa atau tidaknya dia bertahan hidup bukan sesuatu
yang dapat dia kendalikan.
Meski sudah berhasil bertahan selama enam bulan, dia masih ada dalam masa kritis
dan bisa memburuk kapan saja.
Begitu ada di stadium lanjut, siapa pun tak bisa berbuat apa–apa.
Harvey memeluknya dengan erat. Padahal Selena berada dalam pelukannya dan sedang mengandung darah dagingnya, tetapi
kenapa dia merasa akan kehilangan
Selena sepenuhnya?
Selena menjadi sangat pendiam sepanjang perjalanan pulang. Layaknya boneka porselen, dia begitu pasrah saat Harvey
memeluknya dan mengoleskan obat ke
wajahnya.
Semburat merah dan bengkak di wajah Selena selalu mengingatkan Harvey akan perbuatannya pada wanita itu.
Setibanya di rumah, Selena berbaring memunggungi seolah–olah enggan diganggu
olehnya.

Harvey berdiri di sebelah tempat tidur selama beberapa saat, kemudian membuka suara, “Seli, mulai sekarang, aku akan minta
dokter datang untuk memeriksa perkembangan kandunganmu. Jadi, kamu nggak perlu ke rumah sakit lagi.”
Selena masih mengabaikannya. “Aku nggak bermaksud untuk mengekangmu. Kamu tahu identitasku. Nggak ada orang yang
tahu saat aku menikahimu dulu. Alasan utamanya karena aku takut kamu akan jadi orang pertama yang terancam begitu hal ini
diketahui orang lain. Orang yang mendorong Harvest dari lantai atas
+15 BONUS
sudah ditemukan,” tambah Harvey.
Tubuh Selena agak gemetar usai mendengar ini, Harvey melanjutkan, “Orang itu adalah pembunuh bayaran internasional dan
pernah menjadi anggota Blake–X. Sepertinya, orang buronan internasional yang tiba–tiba menyerang anak kecil, aku khawatir
kalau ini adalah ulah musuh lamaku.”
“Tentu ini masih dugaanku saja. Nggak peduli siapa dan apa tujuannya, mereka jelas mengincarku. Aku nggak mau kamu
menjadi salah satu target mereka. Jadi, aku akan berusaha menjaga jarak darimu untuk ke depannya. Tapi, kamu juga harus
bekerja sama denganku untuk menjaga keselamatanmu. Anggap saja itu demi anak- anak.”
Suara murung Selena terdengar dari balik selimut, “Akan kulindungi anak–anak dengan nyawaku.”
“Aku juga akan melindungi kalian dengan nyawaku,” timpal Harvey penuh tekad.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.