Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chapter 469



Bab 469
Selena tidak punya pilihan lain usai panggilan seketika terputus.
Dia mengenal seorang Harvey Irwin sebaik Harvey mengenal dirinya. Belakangan ini, pria itu terus- menerus membuatnya
lengah.
Lebih tepatnya, bukan dia yang berusaha mencari cara untuk menipu Harvey, tetapi justru Harvey yang tengah merancang
skenario untuk mengelabulnya.
Kemungkinan besar, Yosef sudah memberi tahu Harvey saat ini. Jadi, dia harus kabur.
Tepat saat itu, Lian masuk mencarinya. “Selena, kenapa lama banget, sih? Sudah ditunggu dokternya,
tho.”
“Aku nggak mau lagi, Kak Lian. Ayo kita pergi, kita harus segera pergi.”
“Kenapa? Bukannya masih ada pemeriksaan lain?”
Selena menarik tangannya dan membawanya keluar. “Aku nggak bisa menjelaskan dengan singkat. Intinya, kita nggak bisa
tinggal di sini. Tempat ini berbahaya.”
Lian merasa bingung, membuatnya langsung bertanya, “Kita ‘kan bawa pengawal, Sel. Di mana bahayanya? Aku telepon Tuan
Harvey sekarang buat menangani hal ini.”
“Bodoh! Justru dia bahaya terbesarnya,” tegas Selena.

Selena menarik Lian dan berlari ke luar. Namun, Lian buru–buru mencegahnya, “Nggak bisa. Kandungan kamu belum genap
tiga bulan. Kamu nggak boleh gerak berlebihan. Sini, aku gendong kamu.”
Meskipun tidak mengerti maksud Selena, Lian tidak ragu sama sekali, Dia segera berjongkok dan membiarkan Selena naik ke
punggungnya.
“Tenang aja, aku kuat banget, kok. Bahkan, Ibu juga mentertawaiku. Katanya, aku kayak Samson yang bisa cabut pohon
beringin terbalik. Jangan sungkan, ayo lari dulu!”
Lian menggendong Selena di punggungnya. Melihat tubuhnya yang kurus, Selena tidak menyangka tenaganya begitu besar.
“Eh, Selena. Kita mau lari ke mana, nih?”
“Yang penting keluar dari rumah sakit dulu,” Jawab Selena.
“Oke.”
Selena kembali teringat akan Harvey yang tidak pernah memercayainya, tak peduli seberapa keras dia berusaha menjelaskan.
Dia hanya bisa menggunakan kata–kata kasar untuk mengejek dirinya sendiri berulang kali.
Dia harus menjalani amniosintesis paling cepat dalam empat hingga lima bulan untuk tes DNA. Satu hal yang dia takuti adalah
Harvey enggan mendengarkan penjelasannya, lalu memaksanya untuk
menggugurkan kandungan.
Lian berlari kencang dengan Selena di punggungnya. Pikiran Selena dipenuhi pertanyaan tentang di mana dia harus
bersembunyi.

Namun, sebelum mereka keluar dari pintu belakang rumah sakit, Selena melihat sosok yang tinggi.
Harvey, dengan setelan jas buatan tangan khusus, tengah berdiri di bawah pohon. Dia bersandar miring ke pohon besar,
ditemani sebatang rokok terselip di antara dua jarinya.
Nyala api berkilauan, bahkan asap putih mengepul.
Harvey perlahan menoleh ke arah Selena. Tatapannya diwarnai kekecewaan.
Rasa gelisah melanda hati Selena. Dia tahu dirinya sedang dalam masalah besar.
Di mata Harvey, tindakan Selena terlihat seperti kabur dari hukuman, justru membuatnya makin tidak percaya pada
penjelasannya.
Harvey menghela napas. “Seli, kamu benar–benar membuatku kecewa.”
Lian menurunkan Selena dan berusaha menjelaskan kepada Harvey, “Tuan Harvey, ini bukan seperti yang Anda pikirkan. Nona
Selena dalam bahaya, makanya saya bawa dia pergi. Sebaiknya, Anda pergi ke rumah sakit dan lihat siapa yang mau
mencelakai Nona Selena.”
Harvey membuang rokoknya dan tidak memedulikan Lian yang bodoh itu. Matanya tertuju pada Selena.
“Seli, kamu mau ke sini sendiri atau aku yang ke sana?”
“Memang ada bedanya?” bisik Lian.
Selena mematung di tempat. Ekspresinya terlihat agak tegang.
Lian tidak paham. Meskipun Harvey ada di sini, rasanya dia tidak akan takut kalaupun seseorang mencoba untuk menyakitinya.
Apa yang Selena takuti?
Dia tidak tahu, makin tenang Harvey, makin gila pula pria itu.
Seperti saat ini, di balik tatapan matanya yang tanpa ekspresi, tersembunyi badai emosi yang bergejolak.
Selena pun mengambil inisiatif. “Harvey, aku bisa jelaskan.”
Harvey mendekati Selena langkah demi langkah dengan tatapan yang berkilat dingin. “Sudah terlambat. Seli.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.