Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chapter 456



Bab 456
Bintang jatuh?
Sejak kecil, Selena sudah berkali–kali menanti. Menghabiskan banyak malam tanpa tidur, tetapi meteor itu tak kunjung datang.
Hari ini, meteor itu benar–benar jatuh mendadak, bahkan dia tak punya waktu sedikit pun untuk bersiap.
Ketika Selena akhirnya sadar, dia sudah menengadahkan tangan sambil berdoa di dalam hati, ‘Semoga Harvest baik–baik saja.”
Selena membuka mata. Di hadapannya, terhampar pemandangan putih perak yang menyilaukan. Bintang jatuh berwarna putih
dengan ekor panjang melintasi langit yang luas dan satu demi satu, indahnya sampai membuat orang terdiam.
Bahkan, Selena rasa, ini seperti bermimpi. Dia benar–benar berada di tengah hujan meteor.
Apa pun yang terjadi, dia enggan bertemu dengannya lagi. Pikirannya hanya tertuju pada anak di dalam perutnya.
Selena membuat dua permintaan. Pertama, dia berharap Harvest mendapatkan kedamaian dan keselamatan. Kedua, dia
berharap bayi yang dikandungnya dapat lahir dengan lancar dan sehat.
Harvey juga melihat bintang–bintang jatuh ini sebelum dia kembali ke pusat kota.
Bintang jatuh, jika kehadirannya benar–benar bisa mengabulkan permintaan manusia, dia hanya ingin hidup bersama Selena
sampai rambut memutih.
Harvey tahu Selena pasti akan mentertawakan isi hatinya jika dia mendengarnya. Akan tetapi, keinginannya untuk hidup
bersama Selena sampai rambut mereka memutih tidak pernah berubah.
Harvey bergegas masuk ke rumah sakit, ternyata Harvest sudah terbangun.

Ketika melihatnya, Harvest langsung menangis dan memanggil “Ayah...”
Harvey memeluk Harvest dengan panik. Jena maju tergesa–gesa untuk menjelaskan, “Pemeriksaan fisik sudah selesai,
untungnya Tuan Muda Kecil nggak apa–apa.”
“Bagaimana bisa dia jatuh dari tangga begitu saja?” Harvey marah. Dia tahu, Harvest tidak hanya pintar, tetapi juga memiliki fisik
yang lebih kuat dibandingkan anak–anak seusianya.
Harvest sudah berusia satu setengah tahun. Dia tidak bodoh dan tidak mungkin langsung jatuh dari
tangga. Di tempat berbahaya seperti itu, Harvest pasti akan berpegangan pada tangga.
“Mungkin nggak hati–hati,” tawar Jena dengan alasan di kepala.
“Nggak hati–hati?”
+15 BONUS
Harvey mendengus dingin. Dia sungguh tahu persis bagaimana sifat putranya.
“Sudah periksa kamera pengawas?”
“Belum, aku terus menggendong Nona. Apakah Pak Harvey curiga bahwa ini bukan kecelakaan?”
“Mana ada begitu banyak kecelakaan,”

Harvey mengusap kepala Harvest dengan lembut. “Nak, katakan pada Ayah, kenapa kamu pergi?”
Harvest berkata dengan nada memelas, “Ibu, aku mau Ibu.”
Harvey merasakan nyeri di hatinya. Sejak dirinya membawa Selena kembali, dia sudah coba untuk menyinggung perihal Harvey
yang dibawa tinggal bersama dirinya, tetapi Selena bersikap dingin.
Hubungan mereka berdua benar–benar hancur karena masalah tangannya dan Lanny. Ditambah lagi, Selena sedang hamil dan
merasa tidak nyaman, Harvey pun membatalkan niatnya.
Dia menghela napas seraya membatin, ‘Memang benar anak ini pintar sekali.”
Ketika dia masih berusia beberapa bulan, diam–diam dirinya menunjukkan foto Selena sambil berkata kalau itu ibunya. Awalnya,
dia pikir anak sekecil itu tidak akan mengerti. Namun, Harvest benar–benar mengingatnya.
Harvest tidak pernah memanggil Agatha sebagai Ibu dan tiap kali bertemu Selena, dia akan sangat akrab.
Inilah ikatan darah yang alami.
“Anak baik, nanti kamu akan melihatnya,” balas Harvey.
Harvey menggendong Harvest di pelukannya, memberi beberapa instruksi kepada Chandra, kemudian
pergi ke kamar Agatha.
Setelah melalui masa pemulihan yang panjang, dia berhasil keluar dari bahaya dan kesehatannya pun mulai membaik. Sangat
disayangkan, kakinya telah rusak permanen dan kemungkinan besar tidak akan bisa berdiri lagi.

Dia bersandar di ranjang pasien, menyaksikan Harvey yang menggendong anak mereka seraya masuk. Wajahnya pucat pasi
dan dipenuhi rasa lelah. “Harvey, gimana anak kita?” tanyanya cemas. “Syukurlah nggak ada yang serius. Dia cuma pingsan
setelah jatuh dan sedikit gegar otak. Nggak parah, kok.”
Agatha baru merasa lega, lalu dia mengulurkan tangan untuk menyentuh pipi Harvest. “Sayang, lain kali harus lebih hati–hati.”
Yang memalukan adalah saat dia mengulurkan tangannya, Harvest malah menyembunyikan wajahnya di pelukan Harvey.
Agatha selalu tidak paham apa yang terjadi. Anak ini bagai serigala berbulu domba yang tidak bisa
dijinakkan. Mengabaikan cara dia memperlakukannya, bahkan anak itu tak memanggilnya “Ibu“.
Harvey mencari alasan, “Dia sedang ketakutan. Kamu istirahat saja.”
“Harvey...” Agatha mengulurkan tangannya, lalu bertanya, “Kamu bisa menemaniku, nggak?”
“Mungkin nggak bisa, Harvest harus tidur.”
Harvey, tanpa menoleh ke belakang, mendudukkan anaknya di kursi bayi. “Pintar, ya. Aku akan membawamu menemui ibumu,
satu–satunya ibumu yang baik.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.