Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chapter 452



Bab 452
Lian adalah seorang wanita balk hati. Meskipun keluarganya tidak kaya, dia selalu berusaha untuk menyorot ambisinya ke
depan.
Selena melihat dirinya yang dulu pada diri Lian, bagal mentari kecil yang selalu ceria setiap hari, seolah- olah tidak ada masalah
yang bisa menjatuhkannya.
“Seperti aku, cukup mengangkat kecil sudut bibirmu, suasana hatimu akan perlahan membaik dan bayi dalam perutmu juga
akan senang.”
Mungkin karena senyuman Lian yang begitu hangat, mungkin juga karena Lian yang menyebut kehadiran bayi sukses
menyentuh sisi hati Selena yang paling lembut. Lantas, Selena meletakkan telapak tangan di perutnya, tanpa sadar membuat
sudut bibirnya terangkat.
Pada saat itu, sinar matahari menyapa wajahnya, memancarkan aura keibuan yang membuat Selena tampak sangat cantik
bagai bidadari.
“Aku sudah bilang, kamu terlihat sangat cantik saat tersenyum. Nona Selena, kamu adalah orang
tercantik dan terindah yang pernah kulihat. Jika kamu pergi ke dunia hiburan, kamu pasti terkenal dan sukses,” puji Lian tulus.
Selena menggelengkan kepala dengan keputusasaan, impian masa lalunya adalah menjadi seorang dokter, jika di-masa depan
Di masa depan apa dia masih punya masa depan?
Selena hanya berharap anak ini lahir dengan selamat. Dia tidak berani meminta terlalu banyak.

Jika seseorang terlalu serakah, yang Berhak pasti akan mengambil semua yang dia miliki sekarang.
Selena, yang selalu diliputi keraguan dan ketakutan, tidak berani membayangkan hal itu.
Seketika, Selena berdiri dan pergi. Jika bukan karena tangannya yang jelas terkulai dengan tidak alami.
dia akan tampak sempurna tanpa cacat.
Lian mengantarnya ke mobil dengan senyuman di wajahnya. “Selamat bersenang–senang, jangan
terlalu banyak pertimbangan.”
Harvey turun dari mobilnya dan membukakan pintu penumpang untuknya. Dia membantu Selena masuk ke mobil dan dengan
penuh perhatian memasangkan sabuk pengamannya.
Pada saat Selena dan Harvey masih menjalin hubungan yang baik, Selena selalu menantikan momen Saat Harvey bisa
meluangkan waktu seharian untuk menemaninya. Dia akan mempersiapkan peralatan berkemah lebih dulu dan pergi berkemah
di alam terbuka bersama Harvey pada akhir pekan.
Saat bersama Selena, Harvey menunjukkan sikap yang luar biasa sabar dan penuh kasih sayang. Dia selalu mendukung semua
keinginan Selena tanpa syarat.
Mereka mendirikan tenda di tepi sungai kecil, Harvey akan memancing, sementara dirinya merasakkan
barbeku di samping.
Saat bintang–bintang mulai berkelip di malam hari, dirinya akan meringkuk dalam pelukan Harvey dan menemaninya untuk
menghitung bintang sama–sama,

Dia tidak pernah menuntut apa pun dalam hal materi. Selama Harvey mampu meluangkan lebih banyak waktu untuk
menemaninya, dia sudah senang.
Pada saat itu. Selena sangat suka tertawa. Matanya melengkung ketika tertawa, tampak seperti rubah kecil yang lincah dan
lucu.
Meskipun Harvey memiliki kepribadian yang tenang dan beberapa tahun lebih tua dari Selena, dia adalah orang yang tidak
mudah tersenyum karena berbagai alasan, salah satunya karena kehilangan adik perempuannya sejak kecil.
Hanya di samping Selena, dia bisa tersenyum tanpa keraguan.
Akan tetapi, saat–saat seperti itu tidak akan terulang kembali. Kini mereka berdua duduk dalam mobil. Selena sibuk menatap
tajam ke depan, dengan satu tangan menggenggam erat sabuk pengaman dan tidak melirik ke arah Harvey sekalipun.
Di dalam suasana mobil yang sunyi mencekam, Harvey berdeham pelan untuk memecah keheningan. Aku membeli beberapa
kue di perjalanan pulang. Makanlah jika kamu lapar,” tawarnya.
Selena melirik sekilas kue yang diletakkan di sampingnya, bahkan teh buah kesukaannya sudah
disiapkan.
“Aku nggak lapar,” jawab Selena dingin.
Baru saja usai bicara, terdengar suara keroncongan dari perutnya.
Selena hanya bisa terdiam.
Baiklah, sebelum muntah yang keluar,‘ batin Selena. Saat ini, perut kosongnya tentu saja melayangkan
protes.
Harvey terkekeh pelan. “Sama seperti dulu. Jangan bercanda, makanlah lebih banyak.”
Wajah Selena yang sudah tampak dingin bagai es justru makin membeku. Dia menatap Harvey dengan sorot mata dingin
seraya bicara penuh penekanan, “Harvey, kamu nggak sedang berpikir hubungan kita sekarang sama adanya seperti dulu, di
mana kamu membuatku marah, aku merajuk, dan kamu bisa membujukku dengan beberapa kata manis, ‘kan?”

Sejak kembali, mereka tidak pernah membahas topik ini secara langsung. Akhirnya, Selena yang lebih dulu membuka
pembicaraan. “Hubungan kita sudah lama berakhir. Kamu bisa mengurungku untuk sementara waktu, tapi kamu nggak bisa
mengurungku seumur hidup. Kecuali aku mati, kita nggak akan
pernah mungkin bersama lagi.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.