Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chapter 437



Sab 437
Olsa menebuk bahu Selena, Selena, aku paham perasaanmu. Sama kayak dulu aku pernah menabung demi membelikan
rumah pria bedebah, Semua orang pasti pernah mengalami masa–masa bodoh, kok. Lihat sekarang, aku sukses lan?”
Setelah mengenang masa muda, perasaannya menjadi lebih baik.
Obe membasahi bibir dan berkata, “Selena, aku haus. Bisa kupaskan apel?
Dia melanjutkan dengan antusias. “Aku masih ingat waktu pertama kali kenal kamu. Kamu bahkan nggak tahu gimana cara
kupas apel Waktu kita menjenguk guru, kamu mengupas kulit apel sampai kelihatan bünye. Semua orang sampai tertawa.
Terus, karena Harvey kamu ......*
Oba belum sempat menyelesaikan ucapannya ketika Selena hendak meraih apel dengan tangan Kanannya yang langsung
terkulai Olga pun tiba–tiba terdiam.
“Waat Oba. Aku nggak bisa mengupas apel untukmu, biar kucarikan perawat.”
Olga cepat–cepat meraih tangan Selena. Matanya seketika merah. “Siapa yang membuatmu begini?”
*Ceritanya panjang...
“Ceritanya panjang? Jadi intinya perbuatan si keparat Harvey itu? Dia sudah gila, ya? Dia tega melukai tanganmu cation dokter!”
Semua orang tahu impian Selena adalah menjadi dokter, hanya Harvey saja yang tidak peduli.
Selena tidak ingin membuat Olga merasa sedih, jadi dia mencoba tetap terlihat tenang.

“Situasinya waktu itu agak rumit.*
Makin dia acuh tak acuh, hati Olga makin tersayat–sayat.
Olga yang selalu riang menangis. Air matanya perlahan membasahi punggung tangan Selena. ”
Bagaimana mungkin, bagaimana mungkin dia ...” Suaranya bergetar hebat.
Pada mata Olga, Selena bagaikan wanita idaman. Selain kecantikan yang memukau, bakatnya juga luar biasa.
Menyanyi, menari, main piano, main catur, dia mahir dalam segala hal
Semasa SMA Selena sering mewakili sekolah untuk mengikuti kompetisi piano. Setiap kali dia mengenakan gaun, jari–jari
lentiknya menari pada tuts piano ditemani lampu sorot dari atas kepalanya.
Selena seperti bintang yang bersinar terang, tidak ada yang bisa mengalihkan pandangan darinya.
Dia adalah putri dari langit. Bagaimana bisa sekarang menjadi seperti ini?
+15 BONUS
Seperti mutiara yang jatuh dari langit ke bumi. Tidak lagi bercahaya, hanya tinggal debu.
Olga merasa kasihan dan menangis tanpa henti. Dia berharap bisa memindahkan luka pada tangan
Selena ke tangannya.
*Jangan menangis, Olga, sudah nggak sakit lagi, beneran.”

“Mana mungkin nggak sakit?”
Olga dengan hati–hati memegang tangan Selena. “Dulu waktu jarimu terluka, Paman Arya sangat khawatir sampai
membawamu ke rumah sakit. Dokternya bilang sambil tertawa, lukamu dibiarin sampai besok aja pasti sudah sembuh. Tapi
sekarang tanganmu...”
Selena sangat dimanja oleh keluarga Bennett dan Harvey.
Selena hanya tersenyum. “Setiap orang pasti harus tumbuh dewasa, bahkan penderitaan yang belum
pernah kita alami dulu, pasti harus kita alami sekali. Dewa itu adil.”
“Selena, jangan memaksa tersenyum kalau nggak kuat. Nggak apa–apa kalau kamu mau menangis. Di sini cuma ada kita, aku
nggak bakal mentertawakanmu. Kamu nggak perlu sok kuat.”
Selena mengulurkan tangan kirinya untuk menyeka air mata pada wajah Olga. “Jangan menangis, nggak cocok sama wajahmu.
Bukannya kamu bilang, selama masih hidup, kita harus hidup dengan bahagia? Ini cuma satu tangan. Kamu tahu, ‘kan? Kata
dokter hidupku nggak lebih dari setengah tahun lagi, tapi sekarang sudah lebih dari setengah tahun. Selama masih hidup, aku
masih punya harapan.”
“Benar, masih ada harapan selama kita masih hidup. Yang mati harusnya para bedebah itu!” Selena tersenyum. “Setuju. Aku
punya kabar baik dan buruk, kamu mau dengar yang mana dulu?”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.