Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chapter 435



Bab 435
+15 BONUS
Harvey bisa membayangkan ekspresi Selena jika dia menyarankan hal seperti itu. Dia membayangkan Selena menyilangkan
tangan di depan dada, lalu tersenyum sinis. *Anak? Mudah aja, tapi kamu dan
adikmu mati dulu.“
Sembilan dari sepuluh percakapannya dengan Selena akan berakhir seperti ini.
“Kamu masih belum mati juga?”
“Kalau belum mati, ngapain kamu ke sini?
“Hari ini cuacanya bagus, kenapa nggak kamu manfaatin buat mati sekarang? Belum ketemu
pemakaman yang cocok?”
“Harvey, aku lewat tempat yang sangat bagus hari ini. Cocok banget dijadikan pemakamanmu.”
“Kalau kamu nggak rela mati, gimana kalau aku temani? Mungkin kamu bisa lebih rela mati?”
Pada wajah Selena hanya ada ejekan dan senyuman dingin, tanpa sedikit pun rasa cinta.
Meski begitu, Harvey tetap merasa bahagia.
Setidaknya dia masih bisa melihat Selena setiap saat.

Setelah mengurus Arya, Harvey kembali ke kamar Selena. Begitu membuka pintu, dia melihat Selena memegangi perutnya
dengan satu tangan. Seulas senyum tersungging pada wajahnya, entah apa yang Selena pikirkan.
Begitu mendapati Harvey, senyumnya menjadi dingin dan suaranya berubah tajam. “Kamu nggak pernah diajari ketuk pintu
waktu masuk kamar orang lain?”
Selena seperti landak dengan punggung duri yang selalu siaga melihat gerak–geriknya.
“Maaf.”
Harvey keluar kamar dan mengetuk pintu lagi. Dia tersenyum tidak berdaya, merasa seperti orang asing
di rumah sendiri.
Apa boleh buat dia dan adiknya memang berutang pada Selena.
*Aku boleh masuk?” tanyanya dengan sabar.
Dari dalam terdengar suara kasar Selena. “Nggak boleh, pergi aja.”
Namun, Harvey tetap membuka pintu dan masuk. Selena menaikkan alis. “Nggak tahu malu.”
Harvey mengabaikan sikap kasarnya dan langsung menghampirinya. “Seli, aku cuma mau melihatm
lebih lama.*
+15 BONUS
“Jangan, aku jadi mual dan pengin muntah,” Dia punya alasan kuat untuk menutupi gejala awal

kehamilannya.
Harvey menghela napas berat. “Tapi aku pengin menghabiskan lebih banyak waktu denganmu.”
*Jangan salahin aku, kalau muntah di bajumu.”
Bukan maksud menakuti Harvey, Selena hanya tidak bisa mengendalikan mualnya.
Harvey tidak menghiraukan kata–katanya, dia tetap mendekat mengambil sebuah tablet.
“Sel, ini koleksi pakaian terbaru musim depan. Lihat–lihat dulu kamu suka yang mana.”
Harvey sebenarnya bisa meminta semuanya dikirim langsung, tetapi dia ingin menggunakan cara ini agar bisa mengobrol
dengan Selena.
Dahulu saat dia sibuk dan tidak bisa menemani Selena pergi ke toko pakaian, Selena sangat pengertian dan memilih
pakaiannya dari tablet sambil bersandar di bahu Harvey.
Pada saat itu. Selena sangat pengertian, selalu memikirkan keadaannya tanpa menyulitkannya.
Awalnya, Harvey pikir Selena akan menolaknya lagi. Kali ini ternyata dia benar–benar menanggapi
tawarannya.
“Ini
Wajah Harvey berseri–seri. “Kalau gitu, biar langsung kupesan.”
Selena melanjutkan, “Agatha pasti cantik pakai gaun ini. Oh, maaf aku lupa, kakinya patah. Mungkin dia cuma bisa duduk di
kursi roda saat pesta pernikahan.”
Harvey terdiam.
Selena selalu mencari cara untuk membuat Harvey jengkel.
Harvey sudah membatasi kebebasannya, jadi jangan harap Selena akan memberinya ketenangan.

“Daripada gaun, apa mungkin sebaiknya aku carikan kursi roda yang lebih cocok? Tapi harus siapin rencana lain juga,
barangkali dia belum pulih dan belum bisa duduk, jadi harus siapin tandu juga.”
Harvey tetap terdiam.
“Nanti kamu harus undang banyak awak media buat memberitakan betapa cintanya kamu padanya sampai nggak meninggalkan
tunanganmu saat sakit parah, bahkan tetap bakal menikah meski harus
dibawa tandu.”
“Seli, apa kamu beneran senang bilang kayak gitu?”
Selena tersenyum lebar. “Ya, senanglah. Dulu kalian bangun kebahagiaan di atas penderitaanku.
Sekarang aku sadar ternyata aku senang bikin orang lain menderita.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.