Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chapter 431



Bab 431
Harvey tersenyum lemah. “Ayah, aku berbuat salah, Jadi Sell marah. Tapi jangan khawatir, aku pasti
bakal berusaha agar dia memaalkanku,”
“Nak, aku tahu perasaanmu padanya nggak pernah berubah.”
Setelah memastikan perkataan Harvey, Arya merasa lega, “Dalam kehidupan, sulit menemukan orang yang sama–sama saling
mencintal dan tetap bertahan melewati berbagai rintangan. Kamu dan Selena
sudah jodoh, jangan sia–siakan.”
“Aku mengerti, Ayah, aku janji nggak bakal kecewain Sell.”
Arya tersenyum lembut. “Sudah kubilang kamu nggak usah melakukan perbuatan sepele sampai harus memijat kakiku. Kamu
pemimpin perusahaan besar, orang–orang pasti bakal mentertawakanmu kalau melihatmu begini.”
“Berbakti pada orang tua adalah yang utama. Aku sedang merawat ayahku, siapa yang tega mentertawakan? Ayah istirahat
yang tenang di sini. Urusan lain serahin padaku. Kalau nggak suka karena banyak mawar, biar kuminta ditanamkan anggrek
berkualitas. Nanti aku temani Ayah berkeliling
setelah kakimu sembuh.”
“Ya sudah, aku sudah puas kalau memang itu maumu.”
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam saat Harvey keluar dari kamar Arya. Lampu kamar
Selena masih menyala.

Saat Harvey membuka pintu, Selena sedang berbaring di tempat tidur sambil membaca buku kedokteran. Dia tidak mengalihkan
pandangan sama sekali waktu Harvey masuk.
Harvey berjalan ke sisinya dan mengatur lampunya agar lebih terang. “Nggak baik buat mata kalau
terlalu gelap,” ujarnya dengan lembut.
Selena langsung menutup buku dan menjulingkan mata padanya, lalu telungkup di tempat tidur dan menutupi kepalanya dengan
selimut. Dia tidak ingin melihat dan tidak peduli.
Sebelumnya, Harvey pasti pergi kalau Selena mengabaikannya, tetapi tidak untuk saat ini.
Selena dapat merasakan Harvey duduk di samping ranjang, lalu berbicara pelan, “Seli, aku bakal menikah sama Agatha.”
“Aku sudah tahu. Kamu nggak perlu lapor padaku, aku bukan ibumu.”
Selena merasa tercekik terlalu lama dalam selimut, akhirnya dia mengeluarkan kepalanya dari selimut untuk mengambil napas.
Pandangannya tertuju pada Harvey yang terlihat kecewa, lalu dia segera mengusir pikiran–pikiran dari kepalanya.
Tidak usah kasihan pada pria. Hanya akan membuatnya menderita.
*15 BONUS
Harvey terpaku menatap lampu jalan di luar jendela. Cuaca makin hangat, ngengat mulai bermunculan, terbang ke sana kemari
mengitari cahaya lampu.

“Seli, aku nggak cinta padanya, aku nggak pernah mencintai dia,” ucapnya lirih, seolah tahu bahwa
Selena tidak akan percaya.
Selena menjulingkan matanya lagi. Mendengar perkataan Harvey membuatnya merasa mual.
“Aku nggak pernah ada rasa cinta sama Agatha, cuma tanggung jawab. Sebenarnya aku ...”
Mengapa rasa mual pada perut Selena jadi makin kuat? Dia membuka selimutnya dan bangun, lalu
berlari ke kamar mandi.
Dia menekuk lutut di samping toilet dan muntah–muntah, tetapi tidak keluar apa pun meski perutnya
terasa diaduk–aduk.
Harvey tergesa–gesa mengikuti. “Seli, kamu kenapa?”
Dia mengambil segelas air dan berkumur, sebelum menatap pria itu dengan tajam. “Diam, aku jadi mual
melihatmu.”
Harvey terdiam.
“Aku nggak peduli perasaanmu sama Agatha. Aku doain kalian secepatnya dapat keturunan dan
bahagia selamanya. Pergi sana, jangan ganggu aku.”

Harvey ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak bisa. Dia hanya mendesah, kemudian pergi.
“Kalau gitu, istirahatlah. Aku pergi dulu.”
Setelah Harvey menutup pintu dengan hati–hati, Selena duduk di ranjang dengan heran, entah apa yang
ada dalam pikirannya.
Setelah merenung sejenak, dia mengejar Harvey ke luar.
Harvey terlihat senang. “Seli, kamu ...”
Jangan bilang apa–apa di depan ayahku. Aku nggak mau bikin dia kepikiran sebelum pulih.”
“Aku tahu,” jawab Harvey. Kekecewaan terlintas pada matanya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.