Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Chapter 402



Bab 402
Bekas luka di kulit putihnya itu terlihat sangat mencolok dan mengerikan. Tanpa ragu, Harvey langsung menggulung lengan
bajunya ke atas, memperlihatkan bekas luka yang tersebar di sepanjang lengannya. Dengan penuh tekad, pria itu bahkan
memeriksa lengan yang lainnya.
Apa yang membuat Harvey terkejut bukan hanya karena melihat satu atau dua luka di lengannya, melainkan ada juga beberapa
luka bakar. Luka–luka itu membentuk jejak yang berkelok–kelok pada kulitnya. Melihatnya saja sudah membuat ngilu.
“Apa yang terjadi denganmu?”
Lanny seketika melepaskan tangannya dari genggaman Harvey, wajahnya terlihat sangat gelisah. “Ini nggak ada hubungannya
denganmu! Aku sudah bilang, kalau kamu nggak mau membunuhku, mending
aku pergi saja. Entah aku hidup atau mati nantinya, itu sama sekali bukan urusanmu.”
Setelah mengatakan hal itu, dia langsung pergi tanpa menoleh ke belakang lagi. Bahkan, Harvey pun tidak bisa
menghentikannya.
Rasa penasaran kini menyelimuti hati dan pikirannya.
Apa yang sudah dia alami selama ini?” tanya Harvey dalam hati.
Di dalam ruangan, Selena menundukkan wajahnya dan diam seribu bahasa. Dia hanya menatap jari- jarinya dengan pandangan
kosong, tanpa tahu apa yang sedang dilihatnya.
Sean kemudian bertanya dengan suara pelan, “Apa urusannya sudah selesai? Ini bukan tempat yang cocok untuk berlama–
lama, aku akan mengantarmu pergi.”
Barulah saat itu Selena tersadar, wajahnya menunjukkan ekspresi yang sulit diungkapkan dengan kata-
kata.

“Ada apa?”
“Tuan Sean, apa kamu bisa membantuku untuk menyelamatkan Agatha?”
Sean menggelengkan kepalanya, “Kamu ingin menyelamatkan ibumu, ‘kan? Meskipun sumsum tulang Agatha cocok
dengannya, itu cuma berlaku bagi orang–orang yang kondisinya normal. Saat ini, Agatha juga masih setengah sadar, fungsi
tubuhnya nggak berjalan seperti manusia pada umumnya. Lagi pula, kalau dia mendonorkan sumsum tulangnya, bukannya itu
sama saja dengan memperpendek masa hidupnya? Sebagai seorang mahasiswa kedokteran, seharusnya kamu lebih paham
tentang hal itu daripada aku.”
“Kalau ibumu masih punya banyak waktu yang tersisa, kamu mungkin bisa menunggu Agatha pulih. Tapi, nyatanya, dia cuma
bisa bertahan hidup dalam beberapa puluh jam lagi, ‘kan? Memang keputusan
113
btsaik untuk saat ini adalah mengorbankan satu nyawa demi nyawa yang lainnya, itu pun nggak menjamins ibumu bisa
sembuh.”
Selena makin terdiam. Dia sadar betul bahwa apa yang dikatakan Sean tidak sepenuhnya salah.
Namun, begitu terbayang sesosok wanita yang terbaring pucat pasi di ruang ICU, perasaannya makin tidak karuan.
Meskipun wanita itu tidak pernah memedulikannya, tetap saja dia tidak ingin melihatnya mati dengan
“Apa kamu nggak punya cara lain laul?”
“Untuk saat ini, belum ada.”

Selena perlahan–lahan membuka kepalan tangannya. Ketika dia mendongakkan kepalanya, wajahnya sudah terlihat datar tanpa
ekspresi,
“Baiklah, aku mengerti. Ayo kita peral.”
Nyonya Rosie sangat membenci Calvin dan ibunya. Selama bertahun–tahun, dia telah merencanakan. semua ini. Dia ingin
melihat Calvin membuat pilihannya.
Meskipun dia berhasil membawa tubuh Agatha pergi, dia tidak tahu akan ada berapa banyak tulang yang patah di sekujur tubuh
wanita itu. Apakah Agatha bisa bertahan atau tidak, itu adalah sebuah
pertanyaan tersendiri. Bagaimana bisa dia melakukan operasi dalam kondisi seperti itu?
Nyonya Rosie ingin Calvin memilih antara Istri atau putrinya sendiri. Itu adalah situasi yang tidak bisa diubah olehnya yang
hanya merupakan orang luar.
“Baiklah.”
Sean mengantarnya pergi. Dalam perjalanan pulang, suasana di dalam mobil itu terasa begitu sunyi.
“Selena, apa kamu baik–baik saja?”
Dia tersenyum getir. “Kayaknya nggak begitu baik.”
Seandainya dia tahu jika kebenaran akan begitu kejam, akankah dia masih bersusah payah untuk
menemukannya?

Karena keduanya memang tidak terlalu akrab, Sean tidak tahu harus berkata apa untuk menghiburnya.
*Sepanjang hidup, kita pasti selalu akan menghadapi berbagai masalah. Nggak peduli seberapa rumit. masalahnya, selama
terus melangkah maju, kita pasti bisa melaluinya. Selena, pertemuan kita mungkin adalah sebuah takdir. Aku akan segera
meninggalkan kota ini, tetapi kalau kamu nanti membutuhkan bantuanku, kamu bisa menghubungiku kapan saja,”
“Terima kasih atas segala bantuanmu, Tuan Sean. Tetapi, sampai saat ini, kita masih belum mendapat
kabar tentang adikmu.”

Sean mendesah panjang. “Ya, belum ada kabar sama sekali. Aku nggak bisa mencari solusi yang lebih baik kalau terus tinggal
di sini. Sejujurnya, aku agak kurang sehat, saatnya pulang ke negara asalku untuk menjalani cuci darah.”
Melihat wajah Sean yang jelas–jelas terlihat sedikit kesakitan, Selena pun bertanya, “Apa kamu ada riwayat gagal ginjal?”
“Hmm.”
“Bukannya dokter–dokter di sana sangat andal? Lalu, kenapa mereka masih nggak mampu.
menyembuhkanmu?”
“Selena, ada banyak penyakit yang cuma bisa diobati secara sementara. Nggak ada obat yang benar- benar mujarab untuk
penyakitku, satu–satunya solusi adalah dengan transplantasi ginjal.” “Dengan statusmu saat ini, mendapatkan donor ginjal
seharusnya bukan hal yang sulit, “kan?”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.