Chapter Bab 110
Bab 110 Theo Adalah Preman Kejam
Awalnya Kayla masih ingin melihat setebal apa wajah Martin sampai–sampai bisa beromong kosong seperti ini, tetapi pelayan malah membantunya membuka pintu, Ketiga orang di dalam sontak menoleh ke arahnya….
Kayla masuk sambil tersenyum dan duduk di samping Theo. Dia ingin duduk di tempat lain, tetapi hanya ada satu kursi kosong di dalam ruangan ini.
Dia bertanya, “Apa yang kalian bicarakan.”
Theo berkata sambil tersenyum tipis, “Membicarakan betapa dekatnya kamu dengan adikmu, sejak kecil kamu sudah sangat menyayanginya.”
Theo sangat memahami situasi keluarga Kayla. Mulai dari kapan ibunya meninggal, kapan ibu tirinya menikah dengan ayahnya, kapan Martin menghukumnya karena Viola dan kapan dia tidak masuk kelas karena urusan keluarga.
Kayla mendongak dan melihat Martin sedang menatapnya dengan gugup, seolah–olah ingin mewakilinya menjawab Theo.
“Ya, hubungan kita cukup dekat. Setelah bertahun–tahun, dia masih sehat walafiat,” jawab Kayla dengan lembut.
Martin merasa lega ketika mendengar kalimat pertama, tetapi ketika Kayla melontarkan kalimat selanjutnya, ekspresinya langsung berubah drastis. “Kayla, kenapa kamu asal ngomong di depan Theo? Buat malu saja.”
“Dia suamiku, berarti kita adalah keluarga. Karena kita adalah keluarga, nggak perlu sungkan, apalagi sampai harus berhati–hati saat ngomong.” Saat ini, Kayla sangat kesal. Tentu saja, dia mengetahui motif Martin. Martin berpura–pura menjadi ayah yang baik dan mengarang betapa Kayla menyayangi Viola agar Theo membantu Viola mengatasi masalah.
Jadi, ketika memikirkan apa yang akan dia katakan selanjutnya, dia pun tersenyum polos. “Atau Ayah
nggak menganggap Theo sebagai keluarga? Hanya menganggapnya sebagai ATM berjalan, jadi ingin memerasnya secara diam–diam?”
“Diam kamu.” Martin sangat marah. Dia membelalakkan matanya dan mengepalkan jari–jarinya yang
berada di meja. Karena terlalu kuat, seluruh lengannya bergetar hebat.
Viola buru–buru menepuk lengannya untuk menenangkannya. Matanya memerah, dia berkata dengan
panik dan tertekan, “Kak, kenapa kamu berbicara seperti itu pada Ayah?”
“Dengan kemampuan bertahan seperti ini, sebaiknya kamu jangan duduk di sana.” Kayla menyingkirkan senyum sinis di wajahnya. Karena malas berpura–pura, kekesalan dan amarahnya pun terlihat jelas.
Viola berkata, “Kamu ..
+15 BONUS
Sebelum Viola mengucapkan kata–kata kasar, Martin sudah menghentikannya. Martin tahu bahwa hubungan darah tidak akan membuat Kayla mengalah, jadi dia pun berterus terang, “Seharusnya kamu sudah tahu soal masalah adikmu. Buatlah persyaratan dan suruh Theo turun tangan untuk mengatasi masalah ini. Para penagih utang itu sangat kejam, kalau nggak dibayar, mereka akan menerornya!”
Dia ingin mengabaikan Kayla dan langsung berbicara dengan Theo, tetapi dia tahu sekalipun dia adalah ayah kandung Kayla, Theo tidak akan menanggapinya kalau Kayla tidak angkat bicara. Memohon sambil bersujud mengelilingi Kota Bapura sebanyak sepuluh kali pun tidak ada gunanya!
Tangan Kayla yang berada di lutut otomatis menyusut. Tatapannya agak linglung, dia berkata dengan bimbang. “Kamu akan menyetujui syarat apa pun?”
Martin menggertakkan giginya. “Ya.”
Viola meneteskan air mata dengan sedih. “Ayah….”
Melihat adegan mengharukan ini, suatu emosi menyelimuti hati Kayla. Namun, dia malah mendengus dingin, “Berlebihan sekali, seperti ajal sudah menjemput saja. Aku nggak bilang mau membantu.”
Sebenarnya dia ingin bertanya pada Martin “Kamu khawatir Viola dibunuh oleh penagih utang itu? Lalu, saat kamu menggunakan KTP–ku untuk meminjam uang, kenapa nggak khawatir aku akan dibunuh?“.
Namun, setelah dipikir–pikir, dia merasa pertanyaan ini sangat tidak berguna. Kalau Martin khawatir,
Martin tidak akan melakukan hal seperti ini, apalagi hanya membawa Viola dan ibu tirinya melarikan diri.
Kayla berkata, “Aku nggak akan membantu, juga nggak sanggup membantu….”
Dia menoleh ke arah Theo yang sedari tadi diam. “Kamu juga nggak boleh membantu. Sekalipun kamu
membantu, aku nggak akan tanggung jawab.”
Dia mengangkat tangannya untuk menunjukkan bahwa dia sudah merekam semua kata–katanya.
Theo terhibur oleh ekspresi Kayla. Jelas–jelas Kayla sangat tertekan, tetapi memaksakan diri untuk berlagak galak. Namun, dia segera mengerutkan bibirnya sehingga tidak ada yang melihat reaksinya.
Mereka tidak mungkin lanjut makan lagi. Melihat dua orang yang mengacaukan hidupnya, Kayla sama sekali tidak punya nafsu makan. Selain itu, tujuannya sudah tercapai. Tepat ketika dia bangun dan hendak pergi, seseorang melayangkan tamparan ke wajahnya.
Orang itu adalah Viola.
Sebenarnya kalau dilihat dari ekspresi Martin, Martin juga ingin menamparnya. Namun, Martin sudah berumur dan pandai menilai, Theo, si Dewa Penolong masih berada di sini.
Laki–laki mana pun tidak akan membiarkan orang memukul istrinya di hadapannya, bukan karena perasaan, melainkan karena harga diri..
Oleh karena itu, tangan Viola sudah dicegat sebelum mendarat di wajah Kayla.
- +15 вони
Setelah itu, terdengar teriakan yang nyaring!
Viola yang kesakitan pun mengerutkan wajah cantiknya. Dia berteriak kesakitan dan berusaha untuk menarik tangannya dari genggaman Theo.
Saat dia berusaha melepaskan diri, pergelangan tangannya yang dicengkeram sudah memar.
Ketika dia mengerahkan seluruh tenaganya, Theo tiba–tiba melepaskannya dan Viola pun jatuh bersama kursi di belakangnyal
Martin bergegas memapahnya. Namun, Viola sudah menggigit bibirnya dan air mata sudah bergantung di sudut matanya. Dia hampir menangis dan tampak sangat ketakutan.
Theo memandangnya dengan dingin, seolah–olah sedang menatap mayat. “Kalau terjadi lagi, tangan mana pun yang menyerang akan kulumpuhkan!”
Viola ketakutan hingga sekujur tubuhnya gemetaran. Theo tidak tampak seperti pemuda kaya yang sopan, melainkan seperti preman yang kejam!
Theo mengalihkan pandangannya ke Martin. “Meskipun nggak legal, uang yang kuberikan padamu dulu adalah untuk memutus hubunganmu dengan Kay. Karena kamu sudah menerimanya, kamu harus
menaati peraturan.”
Kayla memandangnya dengan heran. Uang yang membuat Viola menjadi pejabat eksekutif di
Perusahaan Montana?
Meskipun penasaran, Kayla tidak bertanya. Setelah meninggalkan ruangan pribadi itu, Theo menarik: Kayla dan masuk ke dalam ruangan pribadi yang kosong di sebelah. “Makanan di restoran ini enak, aku lapar, temani aku makan.”
Kayla tidak memiliki nafsu makan, tetapi dia tetap duduk.
Mungkin karena Martin dan Viola terlalu menyebalkan, Theo menjadi tidak begitu menyebalkan.
Theo segera memesan beberapa hidangan. Kayla yang bosan pun mendengar apa yang Theo pesan, lalu menyadari bahwa semua hidangan itu adalah makanan kesukaannya.
Dia tidak merasa Theo sedang memesankan makanan kesukaannya, dia hanya diam–diam menghela napas sambil berkata dalam hati, ‘Kebetulan sekali.”
Bisa–bisanya dua orang yang menyukai hidangan yang sama adalah pasangan yang tidak harmonis.
Kayla memegang dagunya sambil menatap Theo. Kayla mulai termenung, tetapi Theo yang ditatap pun merasa agak canggung. Melihat sosoknya memenuhi seluruh pupil Kayla, dia pun mencondongkan tubuhnya ke arah Kayla….